Juang Merdeka Jateng – Penguatan peran media atau pers dalam pengawasan pilkada mempunyai dasar pijakan yang kokoh karena pada banyak dimensi memiliki titik temu/konvergensi fungsi keduanya dalam spektrum yang lebih besart yaitu demokrasi. Dalam konteks pilkada titik temu tersebut lebih merupakan fungsi turunan. Titik temu atau konvergensi tersebut perlu dikelola dengan proses berikutnya yaitu pelembagaan relasi dan pada tahap yang lebih institusionil perlu sebuah agenda setting. Agenda setting ini dapat diperluas dengan melibatkan KPU sehingga gawe pilkada serentak menjadi lebih koordinatif untuk meningkatkan partisipasi publik sehingga pelaksanaan pilkada serentak meningkat secara kuantitatif dan kulaitatif.
Konvergensi Pers-Bawaslu
Konvergensi adalah keadaan menuju satu titik pertemuan. Salah satu varian teori konvergensi yang relevan diguakan untuk melihat konvergensi Media-Bawqslu adalah teori Konvergensi simbolik. Teori konvergensi simbolik) berfokus terhadap perilaku anggota kelompok. Teori ini memiliki pemahaman bahwa interaksi yang dilakukan oleh manusia pada suatu kelompok tertentu memiliki kohesivitas dan penguatan kesadaran dalam suatu kelompok.
Teori ini didasari dari hasil riset yang dilakukan oleh Robert Bales dengan mengenalkan konsep Fantasy chain (rantai fantasi) yang terdiri dari Fantasy Theme, Tipe fantasi (Fantasy Type) Rhetorical Visions (visi retoris), rhetorical community (komunitas retoris).
Perlunya Konvergensi simbolik; Pertama, penemuan dan penataan bentuk komunikasi untuk memunculkan kesadaran bersama kelompok secara evolutif. Kedua adalah adanya keasadaran yang dinamis untuk menggerakkan kelompok. Ketiga, adalah keterlibatan dalam tindakan tindakan bersama hingga tujuan tercapai.
Konvergensi Media/Pers –Bawaslu diantaranya adalah konvergensi filosofis. Pers adalah Pilar keempat Demokrasi Bukan hanya sebagai watchdog yang berperan mengawasi, mengevaluasi dan mengingatkan kinerja, mengawasi dan memberi kritikan terhadap siapapun yang memimpin lembaga legislatif, eksekutif dan lembaga-lembaga yang terkait penegakan hukum. Tetapi media juga perlu mengangkat atau merespons isu yang berkembang di dalam masyarakat baik terkait ekonomi, politik, hukum, pendidikan, kebudayaan (Nyarwi Ahmad, Ph.D ). Dalam pola pengawasan secara spesifik dalam kepemiluan diperlukan pengawasan oleh badan dan atau lembaga khusus yaitu Bawaslu. Jadi keduanya secara filosofis mempunyai fungsi yang sama dengan sekala yang berbeda.
Pelembagaan Relasi (Relasi yang terkoordinasi dalam beberapa level)
Menurut George hillery, relasi sosial adalah sekelompok orang yang tinggal didaerah tertentu yang memiliki hubungan interaksi satu sama lain yang menjadikan kelompok itu saling mengenal satu sama lain dalam sebuah lingkungan kelompok manusia. Relasi sosialat berujung pada proses sosial asosiatif (teritegrasi) maupun asosiati (terpecah dengan tujuan berbeda-beda).
Ada tiga bentuk relasi, yaitu :
- Relasi Interpersonal Relasi interpersonal merupakan hubungan antara satu individu dengan individu lain. Pada buku ini, relasi interpersonal dikategorikan menjadi tiga bentuk. Pertama, relasi komunal menekankan kesatuan tanpa terdiferensiasi, seperti pertemanan. Kedua, relasi kolegal menekankan kesetaraan yang kerap kali ditandai dengan adanya pertukaran secara adil, seperti relasi antara karyawan. Ketiga, relasi hierarkis menekankan otoritas dan kuasa individu terhadap individu lain, seperti relasi
- Dinamika Kelompok Dinamika kelompok berfokus pada relasi antaranggota dalam sebuah kelompok, baik skala besar maupun kecil. Sekurangnya terdapat dua kajian yang signifikan untuk diketahui, yaitu relasi antaranggota suatu kelompok dan konsep rukunantara orangtua dengan anak.
- Relasi Antarkelompok Khususnya bagi negara dengan orientasi kultur kolektivis seperti Indonesia, literatur seputar relasi antarkelompok cukup signifikan untuk diketahui. Pasalnya, masyarakat kolektivis kerap kali lebih menonjolkan identitas kenggotaan kelompok daripada identitas personal.
Agenda Setting
Argumentasi dasar dari teori agenda setting bahwa ada korelasi kuat antara masalah yang dianggap penting oleh media dan masalah yang dianggap penting oleh masyarakat. Ketika media memberi perhatian besar pada suatu isu, masyarakat cenderung menganggap isu tersebut sebagai hal yang penting. Ini bukan berarti media secara langsung memberitahu masyarakat apa yang harus dipikirkan, tetapi lebih pada aspek apa yang harus mereka pikirkan.
Tahapan Agenda Setting
- Agenda Setting Primer (First-Level Agenda Setting): Pada tahap ini, media menyoroti isu-isu tertentu, yang menyebabkan masyarakat menganggap isu-isu tersebut penting. Ini terkait dengan frekuensi dan volume liputan media terhadap suatu isu.
- Agenda Setting Sekunder (Second-Level Agenda Setting): Tahap ini lebih fokus pada atribut spesifik dari isu yang disoroti. Media tidak hanya menentukan isu mana yang penting, tetapi juga bagaimana isu tersebut harus dipahami. Misalnya, dalam liputan tentang perubahan iklim, media dapat memilih untuk menekankan aspek-aspek tertentu seperti dampak ekonomi atau lingkungan, yang pada gilirannya memengaruhi cara masyarakat memandang masalah tersebut.
Agenda setting secara fungsional digunakan untuk memaparkan jenis kegiatan yang dilakukan masing-masing Lembaga dalam tahapan pilkada. Media dapat membantu menyosialisasikan agenda tersebut. Tetapi media dapat pula menjalankan fungsi lain yang strategis tetapi bukan dalam ranah tpoksi KPU dan Bawasalu dalam PIlkada, missalnya; mengkritis visi misi, menjadai bagian penting untuk memberikan DIM bahan Debat Paslon, mengkritisi kualitas .isi debat paslon.
Penulis : Muhammad Mustain (Anggota Bawaslu Kabupaten Blora)