Penguatan Peran Pers dalam Pengawasan Pilkada Serentak 2024 (I)

Advertisement

Juang Merdeka Jateng – Salah satu parameter Pemilu demokratis yaitu partisipasi seluruh stakeholders dalam tahapan penyelenggaraan Pemilu.

Malpraktik adalah pelanggaran pemilu yang disebabkan oleh kecerobohan atau tidak sadar, lalai, ceroboh, tidak teliti, kelelahan, kekurangan sumberdaya ataupun ketidakmampuan pihak penyelenggara pada pelaksanaan Pemilu.

Mal praktik pemilu dan pilkada dapat dicegah, dikurangi dan ditanggulangi dengan meningkatkan partisipasi civil society (termasuk pers didalamnya).

Samuel P. Huntington dan Joan Nelson menjelaskan partisipasi politik sebagai partisipasi civil society yang bertindak sebagai individu  untuk memengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi dapat bersifat individual maupn  kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.

Tingkat partisipasi masyarakat dalam politik sangat erat berkait dengan tingkat kepercayaan publik (public trust), legitimasi (legitimacy), tanggung jawab (accountability), dan kualitas layanan publik (public service quality), serta mencegah gerakan pembangkangan publik (public disobidience). Oleh karena itu tidak berlebihan, jika partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu menjadi salah satu indikator kualitas demokrasi suatu negara.

Salah satu unsur elemen masyarakat yang dapat memainkan peran besar dalam pengawasan pemilu maupun pilkada adalah pers. Pers sebagai pilar keempat dari demokrasi , termasuk fungsi turunannannya dalam menjalankan kontrol dan pengawasan. Media dapat menjalankan fungsi pokoknya yaitu sebagai mata, telinga, dan jurubicara public lewat-tulisan-tulisan akuratnya dalam membersamai seluruh tahapan pilkada.

Tetapi secara spesifik akan menjadi lebih kuat perannya ketika peran itu dilembagakan, bahkan bukan hanya bersama bawaslu tetapi juga bersama KPU. Hal tersebut dengan pertimbangan bahwa ada konvergensi antara fungsi-fungsi pers dengan Bawaslu, perlunya  pelibatan pers secara terlembaga juga  dan kebutuhan agenda setting untuk menguatkan peran masing-masing di setiap tahapan Pilkada.

Potensi Media dalam pengawasan, pertama,  melakukan kontrol sosial terhadap berbagai  yang berkaitan dengan ke- Pilkada- an tetapi tidak dalam wewenang KPU maupun Bawaslu. Kedua,  Pilkada dipandu oleh norma yg baku, tetapi pandangan/persepsi publik terhadap pilkada dipengaruhi oleh informasi yg mereka terima, inilah fungsi/peran media untuk mendesiminasikan dan mengamplifikasikan informasi Pilkada guna memengaruhi public agar mereka mempunyai persepsi yang positif pada pilkada .

Penguatan peran media memng sangat diperlukan, karena penguatan tersebut  berfungsi untuk  dua hal;

  1. Kepastian prosedural dan material, yaitu tahapan pilkada berlangsung seperti yang tertera dlm norma2 nya (pemimpin yg legitimate). Poin ini berkaitan langsung dg tugas KPU,BAWASLU,MEDIA) secara bersama-sama melakukan sosialisasi tentang pilkada dan pengawasaannya.
  2. Kepastian substansial, yaitu pilkada mencapai tujuan yg diinginkan (kredibilitas pemimpin terpilih). Jadi ada keterkaitan dengan hal-hal diluar per-Pilkada-an tetapi berkorelasi dengan pilkada baik sebelum maupun setelah. Maka, Media mengambil porsi peran yg besar.

Mengenali pola hubungan Bawaslu dengan Media, stidaknya dikenali tiga pola, yaitu;

  1. Berjalan sendiri-sendiri, zero komunikasi.
  2. Berjalan beriringan sesuai naturnya/kode etik masing-masing.
  3. Berjalan bersama karena adanya konvergensi titik temu – kebutuhan pelembagaan relasi-mengupayakan setting agenda.

Penulis : Muhammad Mustain (Anggota Bawaslu Kabupaten Blora)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *