Sinergitas Pengawasan dan Penguatan Civil Society

Advertisement

Juang Merdeka Jateng – Pengawasan secara geneologis merupakan one third of democracy . Dimana kita ketahui bersama bahwa ada tiga pilar demokrasi yaitu kekuasaan tertinggi pada rakyat, lembaga negara dan pemerintah sebagai penerima mandate rakyat, serta keharusan adanya kontrol/pengawasan rakyat pada penerima mandate. Pilar ini bertumbuh dalam ekosistem  politik dengan melahirkan  tiga siklus sekaligus; selection-election-legacy. Ketiga siklus ini membentuk sebuah siklus yang tidak terputus satu sama lain dalam sebuah sircle (triple circle continuum).

Posisi pengawasan oleh rakyat dan atau civil society melekat pada triple circle continuum tersebut. Tetapi pada sircle election/pemilu proses pengawasan menjadi lebih sophisticsted karena peristiwa pemilu itu sendiri mempunyai aturan yang rumit, tahapan yang panjang tetapi berkesinambungan serta melibatkan banyak pihak (Parpol, Paslon, Penyelenggara, pemilih) sehingga memerlukan lembaga pengawasan yang dibentuk melalui Undang-undang dengan kewenangan dan fungsi yang melekat padanya. Posisi pengawasan terhadap tahapan pemilu merupakan center of the triple circle continuum.

Sekalipun telah dibentuk lembaga pengawasan dalam pemilu, kegiatan pengawasan oleh rakyat dan atau civil society pada kpelaksanaan kekuasaan (eksekutuif, legislatif, yudikatif) masih harus tetap berjalan. Bahkan dalam peristiwa pemilu pengawasan rakyat tetap dibutuhkan. Hal ini disebabakan bahwa pemilu sebagai proses politik dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwea politik sebelum (seleksi politik di internal parpol) dan sesudahnya (l;egacy dari lembaga eksekitif-legislatif-yudikatif). Selain itu peristiwa politik juag dipengaruhi oleh beragam faktor, mislanya mentalitas dan budaya masyarakat.

Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi situasi politik;

  1. Mentalistas; Lord Acton menarasikan kekuasaan sebagai…Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men, even when they exercise influence and not authority, still more when you superadd the tendency or the certainty of corruption by authority. There is no worse heresy than that the office sanctifies the holder of it. (Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolut pasti korup. Orang-orang hebat hampir selalu merupakan orang-orang jahat, bahkan ketika mereka mempunyai pengaruh dan bukan otoritas, terlebih lagi jika Anda menambahkan kecenderungan atau kepastian korupsi oleh otoritas. Tidak ada  kesesatan yang lebih buruk daripada jabatan yang mensucikan pemegangnya).
  2. Budaya feodal; ascribed status ( kekuasaan yang diwariskan pada keturunan) bukan achieved status (kekuasaan melalui proses yang disepakati bersama sehingga bersifat terbuka)
  3. Faktor historis ; Superioritas lembaga Eksekutif , politisasi birokrasi, militer menguasai pemerintahan sipil, Oligarchie yang mengendalikan pemerintahan.
  4. Fenomenologis; Munculnya fenomena politik uang, demokrasi  procedural vis a vis demokrasi substansial, pseudo demokrasi

Berkelindannya beragam faktor dengan proses pemilu membutuhkan civil society yang berdaya dalam menjalankan kontrol dan pengawasan. Hal ini dapat dilakukan melalui empowering of civil society. Kekuatan civil society harus dibangkitkan lagi.

Salah satu implementasi keberhasilan penguatan civil society dalam pengawasan adalah menculnya Pengawas Partisipatif sebagai bagian dari Sinergitas Pengawasan. Demokrasi dalam perlembangannya sanagta membutuhkan peran civil society dalam pengawasan agar tidak mengalami kemunduran, Sejarah pernah mencatatat hampir diseluruh negara kemunduran demolrasi tersebut. Salah satunya berupa munculnya fenom,ena Pseudo Democracy (Demokrasi Semu).

Sinergitas  merupakan bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak untuk mencapai hasil yang lebih baik daripada yang bisa dicapai secara individual. Sinergitas dapat terjadi dalam berbagai bidang, seperti pelayanan publik, pembangunan, dan tentu saja dapat pula diadopsi dalam pelaksanaan pengawasan sehingga melahirkan konsepsi sinergitas pengawasan dan pengawasan partisipatif.

Sedangkan untuk mengarusutamakan gagasan Sinergitas Pengawasan dan Pengawasan Partisipatif memerlukan semacam Agenda Setting. Agendda setting diperlukan untuk mengarusutamakan gagasan yang sama tentang peran pengawasan sebagai barrier agar demokrasi tidak mengalami kemunduran. Sekaligus meretas jalan ke depan agar hambatan bagi keberlangsungan demokrasi termasuk didalamnya tentu saja proses pemilu agar berlangsung demokratis.

Teori Agenda Setting merupakan teori dalam ilmu komun ikasi yang digunakan oleh pers untuk memengaruhi pikiran dan tindakan public. Dalam praktiknya teori ini dapat diadopsi untuk kebutuhan yang sejenis, misalnya untuk membangun Sinergitas Kepengawasan. Karena proses dan tujuan yang terjadi dalam Sinergitas Kepengawasan  identic dengan Proses dan tujuan dari Teori Agenda Setting.

Teori Agenda Setting berawal dari pemikiran dua orang yaitu Walter Lippman dan Bernard Cohen. Lalu teori agenda setting ini diperkenalkan oleh Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw pada tahun 1972. Maxwell McCombs dan Donald Shaw, mereka menemukan dalam survei pemilih Carolina Utara selama pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 1968 bahwa apa yang dianggap orang sebagai masalah terpenting adalah apa yang dilaporkan media massa sebagai yang paling penting.

Dalam tataran praksis, Agenda-Setting menentukan apa yang harus diberitakan sehingga menjadi “agenda publik” (public agendas), yakni isu utama yang menjadi bahan pembicaraan; diharapkan agenda publik nantinya menjadi “agenda kebijakan” (policy agenda) atau mempengaruhi “agenda politik” (political agenda) para pembuat kebijakan, yang pada akhirnya menentukan kebijakan publik (public policy). Prosedur pemrosesn informasi tersebut dapat diadaptasikan dalam praktik Sinergitas Pengawasan.

Praktik Sinergitas pengawasan dalam kerangka Teori Agenda Setting :

  1. The Parties Involved ; keterlibatan berbagai pihak
  2. Awareness of values and roles; kesadaran menjalankan fungsi dan peran untuk melaksanakan pengawasan.
  3. Terbentuknya relasi kepengawasan anatar Civil society dangan lembaga Pengawas (Sinergitas Kepengawasan)

Kegiatan Pencegahan Pelanggaran Pemilu dan Pendidikan Politik

Spektrum Problem Pilkada 2024 (I)

Spektrum Problem Pilkada 2024 (II)

Penulis : Muhammad Mustain (Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *