Juang Merdeka, Jateng – Pilkada baik Pilgub maupun Pilbup merupakan siklus suksesi kepemimpinan pada tingkat lokal dalam sebuah mekanisme demokratik, sebagai prosedur untuk menyalurkan suara atau aspirasi pemilih. Partisipasi pemilih dalam mekanisme demokratik ini sangat penting karena menentukan kualitas dan legitimasi hasil pilkada. Salah satu pekerjaan rumah bersama dalam meningkatkan partisipasi pemilih adalah dengan mengupayakan partisipasi pemilih pemula dalam pilkada pada proporsi yang cukup tinggi.
Pemilih Pemula dan Kualitas Pilkada
Setiap kali proses pilkada bahkan proses pemilu lainnya juga, selalu ada urgensi untuk pengarusutamaan kualitas hasil pilkada/pemilu, baik kualitas pemilih rasional yang makin meningkat jumlahnya maupun kualitas hasil mereka yang telah dipilih untuk memenuhi ekspektasi pemilihnya.
Kualitas hasil pemilu (tingginya prosentase pemilih, tingginya proporsi pemilih rasional dan tingginya kompetensi mereka yang terpilih) paralel atau berbanding lurus dengan tingkat legitimasi pemilu/pilkada.
Kualitas pemilu/pilkada didalamnya terdapat beberapa varibel antara lain kualitas penyelenggaraan/pelaksanaan (dimensi normatif/prosedural) dan kualitas hasil (dimensi substantif) pilihan.
Pada kedua variabel tersebut, tingkat partisipasi pemilih merupakan convergention factor yang signifikan berpengaruh di kedua variabel. Sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi partisipasi pemilih maka semakin tinggi kualitas legitimasinya dan dengan sendiri kualitas pemilu atau pilkadanya.
Salah satu pekerjaan rumah bersama untuk meningkatkan partisipasi pemilih adalah partisipasi pada pemilih pemula pada prosentase yang tinggi. Pemilih pemula merupakan aset dan sumber daya jangka panjang yang akan memikul tanggung jawab terpelihara dan terlaksananya mekanisme demokratik.
Mekanisme demokratik menjadi platform dalam memproses hak warga yang telah memenuhi syarat untuk memilih dan dipilih secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dalam konteks pilkada maka hak memilih dan dipilih digunakan untuk menentukan pos top executive dalam struktur pemerintahan atau lembaga eksekutif.
Baik lembaga eksukitif ditingkat provinsi maupun kabupaten keduanya mempunyai signikansi yang sangat besar dalam menentukan penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sehingga memilih siapa yang dikehendaki menjadi top executive pada keduanya tentu saja sebagai sesuatu yang sangat krusial.
Urgensi peningkatan partisipasi pemilih pemula ditujukan agar secara kuantitatif tingkat partisipasi kelompok ini tinggi prosentasenya. Dan secara kualitatif partisipasi pemilih pemula berbasis pada besarnya tipologi pemilih rasional yang tumbuh dalam kelompok ini.
Tipologi pemilih rasional yang muncul dalam jumlah besar merupakan sebuah proses yang sebagian diantaranya dihasilkan melalui pendidikan politik yang berkualitas. Tingginya prosentase pemilih rasional akan berperan besar dalam penentuan tingginya kuantitas pemilih (penggunaan hak pilih saat pilkada).
Dengan demikian pemilih rasional merupakan vooter core dari sisi kuantitatif sekaligus kualitatif dalam pelaksanaan pilkada. Oleh karena itu pendidikan politik merupakan pintu masuk untuk menumbuhkan pemilih rasional dari segmen kelompok pemilih pemula ini.
Pertanyaan konvensional dalam diskursus pendidikan politik bagi pemilih pemula adalah, siapa yang bertanggung jawab melaksanakannya ? Secara normatif dan prosedural karena berkaitan dengan alokasi anggaran maka tugas ini dapat dipikul bersama antara KPU, BAWASLU dan KESBANGPOL. Ketiga institusi ini secara tematik dapat melakukan fungsi pendidikan politik sesuai tugas institusinya.
KPU misalnya, pendidikan politik dapat dilakukan berbagai model seperti dengan FGD, Seminar, diskusi Publik maupun Workshop tentang bagaimana pemilih pemula menggunakan haknya dalam pilkada. Juga bisa saja tugas ini misalnya secara persuasif disampaikan pada pemilih pemula oleh petugas bersamaan dengan pendaftaran dan pemberian undangan pada pemilih. Yang terpenting adalah upaya penyampaian informasi hingga ke tiap pemilih pemula.
Adapun secara etik, pendidikan politik ini juga merupakan bagian dari visi, misi, tujuan dan program kerja dari setiap partai politik. Partai politik dapat mengambil proporsi yang besar karena berkepentingan untuk menyampaikan kekhasan pikiran dan program politiknya kepada publik. Sekaligus sebagai bagian dari proses kaderisasi yang meruapakan proses strategis untuk pendulangan suara dan reorganisasi politik dalam jangka panjang.
Tentang materi dan strategi pendidikan politik bagi pemilih pemula ini tentu saja harus mempertimbangkan kondisi psikologis dan model komunikasi yang sesuai. Termasuk didalmnya membangun cara komunikasi politik yang dapat menarik minat pemilih pemula karena gaya komunikasi dan interest pada politik tiap generasi berbeda, termasuk pada pemilih pemula.
Maskot Sebagai Simbol untuk Strategi Konsolidasi dan Branding Pilkada
Sisi Gelap Populisme dan Ancaman pada Demokrasi
Penulis : Ahmad Mustakim (Komisioner KPU Kabupaten Blora)