Merangkum Beragam Akar Penyebab Stunting

Advertisement

Juang Merdeka, Jateng – Stunting didefinisikan sebagai keadaan dimana status gizi pada anak menurut TB/U dengan hasil nilai Z Score = <-2 SD, hal ini menunjukan keadaan tubuh yang pendek atau sangat pendek hasil dari gagal pertumbuhan.

Stunting pada anak juga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kematian, masalah perkembangan motorik yang rendah, kemampuan berbahasa yang rendah, dan adanya ketidakseimbangan fungsional (Anwar, Khomsan, dan Mauludyani, 2014).

Stunting menjadi problem kependudukan yang sulit diatasi karena beragamnya faktor peneyebab dan akar-akar permasalahan lain yang ,mendasar dan kadang bersifat makro juga.

Stunting menjadi masalah gagal tumbuh yang dialami oleh bayi di bawah lima tahun yang mengalami kurang gizi semenjak di dalam kandungan hingga awal bayi lahir, stunting sendiri akan mulai nampak ketika bayi berusia dua tahun (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017). Sesuai dengan yangdikemukakan oleh Schmidt bahwa stunting ini merupakan masalah kurang gizi dengan periode yang cukup lama sehingga muncul gangguan pertumbuhan tinggi badan pada anak yang lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya (Schmidt, 2014).

Stunting sendiri akan mulai nampak ketika bayi berusia dua tahun (TNP2K, 2017). Stunting didefinisikan sebagai keadaan dimana status gizi pada anak menurut TB/U mempunyai hasil Zscore – 3,0 SD s/d < -2,0 SD (pendek) dan Zscore <-3,0 SD (sangat pendek). Hasil pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) didapatkan dengan mengurangi Nilai Individual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, setelah itu hasilnya akan dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujuk (NSBR).

  1. Status Gizi; Status Gizi merupakan sebuah penilaian keadaan gizi yang diukur oleh seseorang pada satu waktu dengan mengumpulkan data (Arisman, 2005). Status gizi menggambarkan kebutuhan tubuh seseorang terpenuhi atau tidak.
  2. Kebersihan Lingkungan; Sanitasi yang baik akan mempengaruhi tumbuh kembang seorang anak. Sanitasi dan keamanan pangan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi (Kemenkes RI, 2018).
  3. Makanan Pendamping ASI; Masalah kebutuhan gizi yang semakin tinggi akan dialami bayi mulai dari umur enam bulan membuat seorang bayi mulai mengenal Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang mana pemberian MP-ASI untuk menunjang pertambahan sumber zat gizi disamping pemberian ASI hingga usia dua tahun. Makanan pendamping harus diberikan dengan jumlah yang cukup, sehingga baik jumlah, frekuensi, dan menu bervariasi bisa memenuhi kebutuhan anak (Kemenkes RI, 2011).
  4. ASI Eksklusif; Air Susu Ibu (ASI) merupakan air susu yang dihasilkan seorang ibu setelah melahirkan. ASI Eksklusif adalah pemberian ASI yang diberikan sejak bayi dilahirkan hingga usia bayi 6 bulan tanpa memberikan makanan atau minuman lainnya seperti susu formula, air putih, air jeruk kecuali vitamin dan obat (Kemenkes RI, 2016).
  5. Berat Bayi Lahir Rendah; Berat bayi lahir rendah memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian stunting. Dikatakan BBLR jika berat < 2500 gram (Kemenkes, 2010). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan faktor risiko yang paling dominan terhadap kejadian stunting pada anak baduta. Karakteristik bayi saat lahir (BBLR atau BBL normal) merupakan hal yang menentukan pertumbuhan anak. Anak dengan riwayat BBLR mengalami pertumbuhan linear yang lebih lambat dibandingkan Anak dengan riwayat BBL normal (Rahayu, Yulidasari, Putri, dan Rahman. 2015).
  6. Pendidikan Orang Tua; Tingkat pendidikan orang tua yang rendah juga mampu meningkatkan risiko terjadinya malnutrisi pada anak. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu penyebab terjadinya stunting hal ini dikarenakan pendidikan yang tinggi dianggap mampu untuk membuat keputusan dalam meningkatkan gizi dan kesehatan anak- anak. Pengetahuan yang tinggi juga mempengaruhi orang tua dalam menentukan pemenuhan gizi keluarga dan pola pengasuhan anak, dimana pola asuh yang tidak tepat akan meningkatkan risiko kejadian stunting (Adriani, 2012).
  7. Pendapatan Orang Tua; Tingkat pendapatan keluarga memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian stunting. Hal ini dikarenakan keluarga dengan pendapatan yang rendah akan mempengaruhi dalam penyediakan pangan untuk keluarga. Daya beli keluarga tergantung dengan pendapatan keluarga, dengan adanya pendapatan yang tinggi maka kemungkinan terpenuhinya kebutuhan makan bagi keluarga (Adriani, 2012).
  8. Penyakit Infeksi Diare; Diare merupakan keadaan dimana seseorang BAB dengan konsistensi yang lembek atau bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi yang sering bisa tiga atau lebih dalam satu hari. Penyakit infeksi diare ini sering diderita oleh anak, seorang anak yang mengalami diare secara terus menerus akan berisiko untuk mengalami dehidrasi atau kehilangan cairan sehingga penyakit infeksi tersebut dapat membuat anak kehilangan nafsu makan dan akan membuat penyerapan nutrisi menjadi terganggu (Kemenkes RI, 2011).
  9. Pola Pemberian Makan ; Pola asuh yang baik dalam mencegah terjadinya stunting dapat dilihat dari praktik pemberian makan. Pola pemberian makan yang baik ini dapat berdampak pada tumbuh kembang dan kecerdasan anak sejak bayi. Pola asuh pemberian makan yang sesuai dengan anjuran KEMENKES RI 2016, yaitu pola makan pemberian makan yang baik kepada anak adalah dengan memberikan makanan yang memenuhi kebutuhan zat gizi anaknya setiap hari, seperti sumber energi yang terdapat pada nasi, umbi – umbian dan sebagainya.
  10. Balita; Balita merupakan seorang anak yang mempunyai usia di atas satu tahun atau yang lebih dikenal dengan sebutan usia bawah lima tahun (Kemenkes RI, 2018).

Dampak stunting dibagi menjadi dua, yakni ada dampak jangka panjang dan juga ada jangka pendek. Jangka pendek kejadian stunting yaitu terganggunya perkembangan otak, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan gangguan metabolisme pada tubuh. Sedangkan untuk jangka panjangnya yaitu mudah sakit, munculnya penyakit diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah, kegemukan, kanker, stroke, disabilitas pada usia tua, dan kualitas kerja yang kurang baik sehingga membuat produktivitas menjadi rendah (Kemenkes RI, 2016).

Kejadian stunting menjadi salah satu masalah yang terbilang serius jika dikaitan dengan adanya angka kesakitan dan kematian yang besar, kejadian obesitas, buruknya perkembangan kognitif, dan tingkat produktivitas pendapatan yang rendah. Berbagai permasalahan ini sangat mudah ditemukan di negara – negara berkembang seperti Indinesia (Unicef, 2007).

Penulis : T. Sumarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *