Pembelajaran PAI dalam Kelas Inklusi

Advertisement

Juang Merdeka Jateng – Konsep dan praktik pembelajaran di kelas Inklusi sangat relevan dengan pembelajaran PAI. Diantara manafaat pembelajaran PAI adalah menginternalisasikan nilai-nilai dan tradisi Ke-Islaman dalam diri peserta didik agar dapat diimplementasikan untuk kehidupan sehari-hari baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Proses internalisasi berlangsung di kelas-kelas dalam proses pembelajaran sedangkan iomplementasi berada dalam ruang sosial yaitu kehidupan sehari-hari. Jadi pembelajaran hendaknya dapat mendekatkan pengetahuan agama yang diberikan kepada peserta didik dengan  kehidupan sehari-hari. Realitas kelas tidak berjarak debngan realitas sosial sehari-hari.

Salah satu realitas ssosial yang ada disekitar kita adalah adanya sebagaian anggota masyarakat kita yang mengalami disabilitas. Mereka yang mengalami kondisi ini tentu tidak boleh disishkan dari kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu perlu sikap empati dari orang-orang disekelilingnya agar mereka juga merasakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat disekitarnya. Keadaan masyarakat yang harmonis akan menjadikan masyarakat menjadi kokoh.

Rasa empati untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan kokoh itu pulalah yang mengilhami pembelajaran di kelas dengan basis kelas inklusi. Sedangkan nilai-nilai ke-Islaman yang diajarakan dalam mapel PAI sangat familiar dan menjunjung tinggi model perilaku empati ini. Sehingga kelas inklusi pada dasarnya sangat sesuai dengan nilai-nilai ke-Islaman seperti yang diajarkan dalam mapel PAI.

وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ…

Artinya: “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al Maidah: 2).

Imam Bukhari menyebutkan, perumpamaan seorang muslim dengan muslim lainnya seperti satu bangunan yang saling menguatkan. Hadits ini bersumber dari Abu Musa ra.

عَنْ أَبِيْ مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آِلهِ وَ سَلَّمَ : اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

Artinya: “Dari Abu Musa ra, Rasulullah SAW bersabda “Seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu bangunan yang satu sama lain saling menguatkan.” (HR. Bukhari)

Empati dan perilaku amal shaleh menjadi penting sebagaimana Rasulullah SAW bersabda; “Perumpamaan orang-orang beriman itu dalam kasih sayang, sebagaimana batang tubuh, jika salah satu anggota tubuh itu sakit, maka anggota tubuh yang lain juga merasakan demam” (H.R. Bukhori dan Muslim).

Kelas Inklusi

Prinsip menyelenggarakan pendidikan inklusi menurut Prosedur Operasi Standar Pendidikan Inklusi Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Mandikdasmen Departemen Pendidikan National Tahun 2007:

  1. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyusun strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh layanan pendidikan dan peningkatan mutu. Pendidikan inklusif juga merupakan strategi peningkatan mutu, karena model pembelajaran inklusif menggunakan metodologi pembelajaran bervariasi yang bisa menyentuh pada semua anak dan menghargai perbedaan.
  2. Prinsip kebutuhan individual Setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda, karena itu pendidikan harus diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak.
  3. Prinsip Kebermaknaan Pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
  4. Prinsip keberlanjutan Pendidikan inklusif diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan.
  5. Prinsip Keterlibatan Penyelenggaraan pendidikan inklusif harus melibatkan seluruh komponen pendidikan terkait. Penyelenggaraan pendidikan inklusif harus melibatkan seluruh komponen pendidikan terkait.

Pelaksanaan kelas Inklusi membutuh beberapa adapoatasi agar memudahkan penyelenggaraannya. Adaptasi tersebut m,eliputi adaptasi kurikulum, adaptasi proses pembelajaran dan adaptasi lingkungan belajar. Adaptasi tersebut dapat mewadahi proses pembelajaran untuk beberapa disabilitas. Contoh disabilitas yang relevan, misalnya;

  1. Disabilitas Netra; Individu yang mengalami Keterbatasan, gangguan, atau tidak adanya kapasitas untuk melihat, termasuk didalamnya mereka yang buta total dan low vision.
  2. Disabilitas Rungu; Individu yang mengalami keterbatasan, gangguan, atau tidak adanya kemampuan untuk mendengar, biasanya disertai juga dengan ketidakmampuan bicara. Termasuk didalamnya tuli dan hard of hearing.
  3. Disabilitas Daksa; Individu yang mengalami keterbatasan, gangguan, atau keterlambatan yang secara signifikan mempengaruhi kemampuan fisik untuk bergerak, mengkoordinasikan tindakan, atau melakukan aktivitas fisik. Termasuk didalamnya mereka yang terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil/kretin.
  4. Disabilitas Intelektual; Individu yang mengalami keterbatasan atau penurunan kapasitas permanen yang signifikan untuk melakukan tugas kognitif, fungsi atau pemecahan masalah (Kirk et al., 2009). Termasuk didalamnya adalah individu yang terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrome.
  5. Gangguan Emosi dan Perilaku; Ketidakmampuan belajar yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor intelektual, sensorik, atau kesehatan. Ketidakmampuan untuk membangun atau mempertahankan hubungan interpersonal. Termasuk didalamnya mereka yang menampilkan perilaku Externalizing behavior ( tingkah laku yang melibatkan sikap melawan atau menentang orang. lain) dan Internalizing behavior (perilaku yang melibatkan konflik mental atau emosional, seperti depresi dan kecemasan).
  6. Gangguan Komunikasi; Ketidakmampuan untuk menerima, mengirim, memproses, dan memahami konsep atau sistem simbol verbal, nonverbal, dan grafis. Gangguan komunikasi dapat terlihat pada proses pendengaran, bahasa, dan/atau bicara. Pada konteks ini, yang termasuk gangguan komunikasi adalah gangguan bicara (seperti gangguan artikulasi, gangguan kelancaran bicara, dan gangguan suara), gangguan Bahasa (menyampaikan maksudnya melalui ucapan, tulisan, atau bahkan isyarat). Gangguan pendengaran walaupun termasuk juga didalam gangguan komunikasi, tetapi dalam konteks ini dikatagorikan sendiri sebagai disabilitas rungu.
  7. Disabilitas Mental; Individu yang mengalami gangguan fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain: apsikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian.
  8. Gangguan Perhatian dan Hiperaktivitas ; Gangguan perkembangan dan neurologis yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah rentang atensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berpikir dan mengendalikan emosi, yang mengganggu kehidupan sehari-hari.
  9. Kesulitan Belajar spesifik ; Gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang terlibat dalam pemahaman atau dalam menggunakan bahasa, lisan atau tertulis, yang termanifestasi dalam kemampuan sempurna untuk mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau melakukan perhitungan matematika. Termasuk kondisi seperti gangguan perseptual, cedera otak, disfungsi minimal brain, disleksia, dan aphasia perkembangan.
  10. Gangguan Spektrum Autis (ASD) ; Suatu hambatan perkembangan yang secara signifikan mempengaruhi komunikasi verbal dan nonverbal, perilaku, dan interaksi sosial.

 

Penulis : Titi Suprih Miwantara, S.Pd.I (Guru Pendidikan Agama Islam SMPN 1 Tunjungan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *