Juang Merdeka, Jateng – Bulliying menjadi fenomena yang meresahkan karena mempunyai dampak yang sangat merugikan bagi korbannya dan dapat berakibat jangka panjang.
Maraknya bulliying membawa keprihatinan bagi kalangan yang luas, termasuk bagi guru-guru PAI. Oleh karena itu guru PAI dapat memainkan peran yang krusial guna mencegah dan mengantisipasi terjadinya bulliying di lingkungan sekolah.
Selain sebagi tanggung jawab moral maka kesadaran ini juga perlu diinstitusionalikan dalam proses pembelajaran. Hal ini sangat strattegis karena proses pembelajaran yang berlangsung di ribuan sekolah akan berdampak luas bagi jutaan peserta didik.
Cegah Bulliying
Istilah bullying diilhami dari kata Bull (bahasa Inggris) yang berarti “banteng” yang suka menanduk. Berikut ini petikan pendapat beberapa pakar terhadap konsepsi bulliying, antara lain Jack D. Douglas, Frances Chalut, Ken Rigby Waksler, Barker serta Riauskina, Djuwita, dan Soesetio.
Jack D. Douglas dan Frances Chalut Waksler, istilah kekerasaan (violence) di pakai untuk menggambarkan tindakan atau perilaku, baik secara terbuka (over) maupun tertutup (covert) dan baik yang sifatnya menyerang (offensive) maupun bertahan defensive), yang diikuti dengan penggunaan kekuatan fisik terhadap orang lain. Abuse adalah padanan kata dalam bahasa asing yang dapat diartikan sebagai tindak kekerasan.
Dalam The Social Work Dictionary oleh Barker, seperti yang dikutip Abu Huraerah, bulliying adalah perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok. Istilah child abuse atau kadang disebut child maltreatment yang kemudian berkembang dan digunakan untuk menyebut kekerasan terhadap anak.
Tindak kekerasan dalam dunia pendidikan sering pula dikenal dengan istilah “bullying”. Ada banyak definisi mengenai bullying, terutama yang terjadi dalam konteks lain (tempat kerja, masyarakat, komunitas virtual). Bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/ kelompok.
Bullying menurut Ken Rigby adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.
Dalam konteks pendidikan disebut secara khusus sebagai school bullying. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang- ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Perilaku Bullying yakni merupakan suatu Tindakan kekerasan yang mana dilakukan oleh pihak secara berulang dan sifatnya menyerang karena pihak pelaku penyerangan bullying yang merasa lebih dan hebat dari pihak korban, yang dilakukan dari segi serangan emosional, verbal, atau fisik.
Dapat diuraikan pihak yang terlibat dalam Tindakan bullying adalah yang pertama ada Bullies / Pelaku yaitu seseorang yang secara fisik, verbal dan mental
mampu untuk melukai seseorang dan memiliki kecenderungan mendominasi dari korban bullying. Yang kedua ada Victims / Korban yaitu orang yang di bully oleh Bullies. Dari sisi Korban ini, korban lebih sering terlihat sendiri, memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Akan tetapi bukan itu saja, korban lebih sering di bully karena merupakan anak yang berbeda bisa dari segi agama, ras, warna kulit, fisik, ekonomi keluarga dan sebagainya dan
itu lebih dijadikan sasaran utama untuk seseorang tersebut dibully. Lalu yang ketiga ada Bystander / Orang Yang Menyaksikan Tindakan Bullying yaitu orang yang melihat aksi Tindakan Bullying secara langsung.
Jadi peristiwa bulliying ternyata ternyata berpotensi memengaruhi banyak pihak tidak hanya korban tetapi juga pelaku sertra mereka-mereka yang menyaksikan peristiwa tersebut.
Bulliying bertentangan dengan nilai-nilai Keislaman
Kalau dilacak dalam sejarah, perilaku bullying sebenarnya sudah ada sejak manusia mulai hidup berkelompok. Saat manusia berinteraksi antara satu dengan yang lain. Kenapa? Karena manusia menurut Al-Gazali memiliki daya jiwa kebinatangan (bahimiyah), yang tercakup unsur ghadzab (marah) dan syahwat (birahi). berikut ini beberapa istilah dalam Al Qur’an yang mempunyai konotasi yang mirip dengan bulliying serta larangan untuk tidak menjalankan karena akibat-akibat buruk yang terjadi baik secar individu maupun sosial.
Pertama, dalam QS. Huud ayat 38, istilah “sukhriyah” atau ejekan, yang menggambarkan perlakuan yang merendahkan terhadap Nabi Nuh. Saat Nabi Nuh sedang membangun bahtera, pemimpin kaumnya merespon dengan ejekan. Sang Nabi menanggapi dengan tegas, menyampaikan bahwa ejekan mereka akan dibalas dengan ejekan yang setara. Ini menunjukkan bahwa tindakan ejekan tidak hanya merugikan secara emosional, tetapi juga dapat merusak hubungan sosial.
Kedua, QS. Al Hujurat ayat 11, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri.
Pesan ini mengajarkan bahwa setiap individu dan kelompok memiliki nilai dan martabatnya sendiri, dan merendahkan orang lain berpotensi menciptakan konflik yang tidak perlu.
Ketiga, dalam QS. Al Muthaffifin ayat 29-32, Al-Quran menjelaskan tindakan seperti tertawa dengan mencemooh (dhahik), mengedipkan mata (taghamuz), dan menuduh tanpa dasar (ittiham). Tindakan ini diarahkan kepada orang-orang beriman oleh orang-orang yang berdosa. Ini menunjukkan bahwa tindakan menyindir dan meremehkan dapat menyebabkan kegembiraan semu di kalangan pelaku, tetapi pada akhirnya, itu akan menimbulkan kekecewaan.
Ayat tersebut jelas melarang kita mengolok-olok, menghina, apalagi menyakiti secara fisik kepada sesama, karena bisa jadi orang yang diolok-olok atau dihina lebih mulia dari yang mengolok-olok. Dalam tinjauan apapun, penghinaan adalah perbuatan tercela karena menyakiti hati orang lain. Apalagi dilakukan di hadapan publik. Demikian halnya bullying di dunia nyata dan maya yang berisi umpatan, ujaran kebencian, caci maki, sumpah serapah, atau serangan fisik kepada pihak lain adalah perilaku keji (fahsya’). Niali-niali yang terkandung dalam ayat inilah yang dapat diinternalisasikan dalam proses pembelajaran PAI untuk membentuk watak/sikap sosial siswa untuk menghidari perilaku bulliying karena merendahkan martabat sesama manusia, melukai perasaan, menciptakan trauma jangka panjang dan dapat merusak kehidupan sosial yang harmonis baik di sekolah maupun dalam masyarakat.
Penulis : Ashari, S.Pd. I (Guru Pendidikan Agama Islam SMPN 3 Ngawen, Kabupaten Blora)
Cegah Bulliying