Juang Merdeka, Jateng – Setelah dipentaskan di Desa Kemiri Kecamatan Jepon, Ki Dalang Muhlisin berharap wayang Thengul bisa pentas di Pendapa Kabupaten Blora.
“Kemarin itu kita pentas dalam rangka peringatan 1 Suro. Kita dibantu biaya oleh Tani Merdeka,” ungkap dalang yang kesehariannya berprofesi sebagai Petugas Pencatat Nikah Desa Kemiri Kecamatan Jepon, pada, Kamis, 11/07/2024.
“Sebelumnya terimakasih pada Tani Merdeka,Pak Don dan Mas Alip”.
Dalam pentas tersebut mengangkat lakon Amir Hamzah Kawisudha Dadi Pangeran Anom. Lakon ini berlatar belakang kota Mekah yang disebut dengan Kerajaan Puser Bumi.
“Itu juga lakon yang saya mainkan waktu dulu saya jadi dalang wayang Thengul pertama kali,” kenangnya.
Diceritakannya bahwa waktu pertama kali pentas menjadi dalang itu tidak sengaja. Peristiwanya terjadi sekira tahun 1982.
Meskipun sebagai Modin tapi dalam kesehariannya ketika bekerja di balai Desa sering diselingi dengan melakukan suluk, nggending dan monolog karakter tokoh-tokoh wayang Thengul.
“Lha, Pak Lurah itu sering dengar dan manas-manasi untuk berani pentas,” tambahnya.
Karena dorongan dari Pak Lurah itulah maka memberanikan diri untuk pentas beneran. Namun ternyata dapat tentangan dari keluarga besarnya sendiri, bahkan dari sang isteri.
“Urung ana critane kok Modin ndalang,” begitu kritik isterinya.
Tapi karena sudah menyanggupi pada Pak Lurah, akhirnya pentas wayang Thengul berhasil digelar. Judulnya Amir Hamzah Kawisudha Dadi Pangeran Anom.
Sejak saat itu, meskipun tidak rutin ada saja permintaan kepadanya untuk pentas di berbagai acara, misalnya sunatan, nikahan dan gas desonan. Dalam setahun paling tidak bisa mentas sampai 15 kali.
Lakon yang dibawakan biasanya mengambil latar belakang di tiga tempat utama yaitu Kediri, Majapahit dan Mekah.
Layar belakang kerajaan Kediri biasanya mengisahkan cerita Panji Asmara Bangun. Untuk cerita berlatar Majapahit menceritakan kisahnya Damarwulan, Kencana Ungu dan Menak Jingga.
Sedangkan dengan latar belakang Mekah, yang dalam versi wayang Thengul disebut sebagai kerajaan Puser Bumi berkisar pada tokoh Amir Hamzah, Umarmaya dan Jemblung Umarmadi.
Mengenai perkembangan pementasan wayang Thengul saat ini, Ki Dalang Muhlisin mengaku cemas. Cemas jarang ada pementasan, cemas pada pelaku seninya yang makin langka dan yang paling mengkhawatirkan matinya regenerasi.
“Sejak itu lho, ada tanggapan dengan video, organ tunggal dan sekarang Hadrah, kita makin sepi tanggapan,” ungkapnya getir.
“Paling- paling dapat tanggapannya dari acara Gas Desa ah, Mas. Belum tentu setahun dua kali”.
“Ya karena sepi, lama-lama pada prothol semua anggota kita,Mas”.
Ki Dalang Muhlisin sangat berharap agar salah satu seni khas Blora ini tidak punah. Kalau dulu setiap selapanan ada pentas di Pendapa Kabupaten secara bergiliran dari berbagai wayang seperti Wayang Kulit, Wayang Krucil dan Wayang Thengul, ia berharap itu bisa dipentaskan lagi.
“Saya yakin akan ada yang nonton. Lha kemarin itu waktu malem Suro sebenarnya pentas tingkat RT. Tapi nyatanya yang hadir mbludak dari berbagai desa,” ujarnya semangat.
“Terimakasih pada Tani Merdeka yang bersedia menjadi sponsornya,” pungkasnya.
Alip Murtopo Ketua DPC Tani Merdeka menjelaskan bahwa sponsor untuk pentas Wayang Thengul tersebut merupakan inisiasi DPP Tani Merdeka.
“Itu bantuan dari DPP, lewat Bang Don Muzakir,” kata Alip.
Mantan aktivis HMI ini menambahkan bahwa kesenian wayang, termasuk wayang Thengul juga merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat petani Jawa.
Selain mengandung ajaran yang luhur, juga hiburan maka pertunjukan wayang juga sebagai media pemersatu komunitas. Contohnya wayang Thengul, Krucil dan Kulit sering dipentaskan sebagai pertunjukan wajib saat acara Gas Desa.
“Kemarin sudah kita inisiasi dan masyarakat antusias. Kita usulkan untuk dijadikan agenda tahunan Tani Merdeka,” pungkas Alip.
Penulis : T. Sumarta.