Curut-curut

  • Sastra

    Curut-curut

    Juang Merdeka, Jateng – “Curuut !” “Brakk !” Teriakan  Tuan Teddy dari ruang atas dan suara benturan keras sebuah benda membuat rumah mewah itu seperti diguncang gempa. Efek kejutnya makin menggigit karena itu terjadi di pagi yang masih buta. Normalnya pagi identik dengan kedamaian dan ketenangan. Waktu di mana  keremajaan perasaan mulai mekar bersamaan dengan terkoyaknya selubung malam oleh warna merah saga, warna temaram  fajar. Fajar yang menjadi pertanda dimulainya sebuah hidup baru di hari baru. Teriakan Tuan Teddy seperti memutar balik waktu, bukan hari baru yang akan dihadapi tetapi mimpi buruk yang baru dimulai. Mimpi buruk yang tiba-tiba muncul saat malam mulai menepi. Mimpi buruk bagi seluruh penghuni rumah Tuan Tedy. Rasa takut mulai membayangi Kang Kempil  penjaga dan perawat kebersihan rumah, Jon Tarjo tukang bersih-bersih taman dan gudang. Termasuk Sofi, isteri tuan Teddy tak kalah takutnya. Aturan yang berlaku, setiap Tuan Teddy marah, mereka semua harus segera merasa bersalah. Semua bergegas naik ke ruang atas. Membawa rasa takut sekaligus kesediaan menghamparkan kesetiaan menunggu perintah. Ya…dalam keadaan Tuan Teddy marah, simbul-simbul kesetian menjadi sangat berharga dan secara kasat mata harus ditunjukkan. Bila perlu dengan cara yang berlebih-lebihan untuk memperjelas kesenjangan antara mereka sebagai pembantu dan Tuan Teddy sebagai Tuannya.…

    Read More »