Bawaslu

  • Opini

    Penguatan Peran Media dalam Partisipasi Pengawasan Pilkada Serentak 2024 (II)

    Juang Merdeka Jateng – Penguatan peran media atau pers dalam pengawasan pilkada mempunyai dasar pijakan yang kokoh karena pada banyak dimensi memiliki titik temu/konvergensi fungsi keduanya dalam spektrum yang lebih besart yaitu demokrasi. Dalam konteks pilkada titik temu tersebut lebih merupakan fungsi turunan. Titik temu atau konvergensi tersebut perlu dikelola dengan proses berikutnya yaitu pelembagaan relasi dan pada tahap yang lebih institusionil perlu sebuah agenda setting. Agenda setting ini dapat diperluas dengan melibatkan KPU sehingga gawe pilkada serentak menjadi lebih koordinatif untuk meningkatkan partisipasi publik sehingga pelaksanaan pilkada serentak meningkat secara kuantitatif dan kulaitatif. Konvergensi Pers-Bawaslu Konvergensi adalah keadaan menuju satu titik pertemuan. Salah satu varian teori konvergensi yang relevan diguakan untuk melihat konvergensi Media-Bawqslu adalah teori Konvergensi simbolik. Teori konvergensi simbolik) berfokus terhadap perilaku anggota kelompok. Teori ini memiliki pemahaman bahwa interaksi yang dilakukan oleh manusia pada suatu kelompok tertentu memiliki kohesivitas dan penguatan kesadaran dalam suatu kelompok. Teori ini didasari dari hasil riset yang dilakukan oleh Robert Bales dengan mengenalkan konsep Fantasy chain (rantai fantasi) yang terdiri dari  Fantasy Theme, Tipe fantasi (Fantasy Type) Rhetorical Visions (visi retoris), rhetorical community (komunitas retoris). Perlunya Konvergensi simbolik; Pertama, penemuan dan penataan bentuk komunikasi untuk memunculkan kesadaran bersama kelompok secara evolutif.…

    Read More »
  • Opini

    Sisi Gelap Populisme dan Ancaman pada Demokrasi

    Juang Merdeka Jateng – Populisme secara konsepsi dapat dikenali sebagai gejala adanya kelompok atau kelas pemilih mayoritas, khususnya “silent majority” atau kelompok mayoritas. Populisme sebagai perilaku kelompok seringkali muncul bersamaan dengan munculnya sikap kecewa dan jenuh akan kondisi kehidupan dirasa semakin susah akibat terjadinya distorsi aspirasi dalam kebijakan-kebijakan krusial yang dibuat oleh politisi dominan dan elit berkuasa. Pada tahap ini, kekecewaan pemilih terhadap elit politik menjadi rentan terhadap politisasi strategi populis. Politisi populis akan memanfaatkan keresahan mayoritas sebagai momentum untuk membangun relasi simbolik dan dukungan sosial guna meraup dukungan. Sehingga melahirkan sebuah gejala perilaku politik/konsolidasi menjadi sebuah arus baru bernama populisme. Populisme sebagai fenomena politik dalam sistem demokrasi mendapatkan perhatian serius dalam diskursus perkembangan demokrasi. Fenomena populisme dalam demokrasi mulai dikenali dan memunculkan beragam bentuk konseptualisasi beserta ragam praktik politik terutama di benua Eropa dan Amerika Latin. Pada kedua wilayah tersebut secara empirik dikenali adanya kelindan gejala dan  pertumbuhan populisme dalam proses-proses formal demokrasi.   Naiknya kekuatan populis dalam tampuk pemerintahan yang demokratis ternyata  memengaruhi kualitas perilaku politik dari sebuah rezim yang awalnya dipilih secara demokratik. Perilaku politik berbasis populisme memang tidak dengan sendirinya sebagai anti demokrasi. Sehingga harus kembali dilihat bagaimana ketika ia berhadapan dengan sudut pandang yang berbeda,…

    Read More »