Juang Merdeka, Jateng – “Curuut !”
“Brakk !”
Teriakan Tuan Teddy dari ruang atas dan suara benturan keras sebuah benda membuat rumah mewah itu seperti diguncang gempa. Efek kejutnya makin menggigit karena itu terjadi di pagi yang masih buta.
Normalnya pagi identik dengan kedamaian dan ketenangan. Waktu di mana keremajaan perasaan mulai mekar bersamaan dengan terkoyaknya selubung malam oleh warna merah saga, warna temaram fajar.
Fajar yang menjadi pertanda dimulainya sebuah hidup baru di hari baru. Teriakan Tuan Teddy seperti memutar balik waktu, bukan hari baru yang akan dihadapi tetapi mimpi buruk yang baru dimulai. Mimpi buruk yang tiba-tiba muncul saat malam mulai menepi. Mimpi buruk bagi seluruh penghuni rumah Tuan Tedy.
Rasa takut mulai membayangi Kang Kempil penjaga dan perawat kebersihan rumah, Jon Tarjo tukang bersih-bersih taman dan gudang. Termasuk Sofi, isteri tuan Teddy tak kalah takutnya.
Aturan yang berlaku, setiap Tuan Teddy marah, mereka semua harus segera merasa bersalah.
Semua bergegas naik ke ruang atas. Membawa rasa takut sekaligus kesediaan menghamparkan kesetiaan menunggu perintah. Ya…dalam keadaan Tuan Teddy marah, simbul-simbul kesetian menjadi sangat berharga dan secara kasat mata harus ditunjukkan.
Bila perlu dengan cara yang berlebih-lebihan untuk memperjelas kesenjangan antara mereka sebagai pembantu dan Tuan Teddy sebagai Tuannya. Dibalik itu mereka menyembunyikan betapa mereka sangat bergantung untuk terus dapat mengais rejeki dari Tuan Teddy.
Setiap peristiwa, ekspresi kesetiaan harus ditunjukkan. Apalagi dalam keadaan Tuan Teddy dalam kesulitan. Kesigapan menghapus kesulitannya merupakan cara terbaik untuk menunjukkan kesetiaan. Termasuk jika kesetiaan yang berarti siap disalahkan, siap merasa bersalah dan siap menjalankan perintah.
Tanpa diperintahpun mereka tahu, mereka harus menemukan curut itu sambil menunjukkan itu sebagai kesalahan mereka. Sebelum fatwa bersalah benar-benar dikeluarkan dari mulut tuanTeddy.
Kang Kempil membawa sapu lidi bertangkai kayu, Jon Tarjo siap sedia dengan potongan besi. Mereka siap sedia menyerbu curut yang mengganggu tuan mereka. Nyonya Sofi menanti berdebar-debar di dekat pintu, agar jika si curut muncul ia bisa lari duluan.
Keberadaannya hanya untuk memastikan, curut pengganggu suaminya harus dapat ditemukan. Untuk menemukan dan melenyapkan si curut tentu bukan ia yang harus melakukan.
Kang Kempil menyerbu ke deretan lemari yang ada disudut ruangan. Diintipnya sudut dinding dengan seksama. Secermat-cermatnya. Tidak ketemu.
Sesekali mengendus enduskan hidungnya, barangkali ada bau yang dapat menjadi pertanda dimana si curut berada.Tetapi tetap tidak terendus juga. Kemudian dia mengambil kursi, melongok bagian atas lemari. Tentu saja itu kekonyolan semata.
Dalam sejarah percurutan, belum ada curut yang bergentayangan sampai diatas lemari. Kekonyolan itu dipaksakan juga karena kang Kempil semata-mata ingin menunjukkan kadar ketinggian kesetiaan , meskipun nalar warasnya harus direndahkan.
Tetapi curut itu tetap tidak ditemukan. Dan jika terus demikian, ia merasa posisinya sebagai pembantu dalam ancaman.
Jon Tarjo segera membongkar gulungan tumpukan banner dengan hati-hati. Karena di banner itu terdapat gambar Tuan Teddy yang akan maju dalam pemilihan kepala daerah lagi. Satu persatu gulungan dipindahkan dengan tangan kiri dan potongan pipa besi siap sedia di tangan kanan.
Hingga gulungan terakhir dipindahkan, curut belum juga ditemukan. Satu-persatu gulungan banner yang masih berbungkus plastik dengan rapi itu diguncang-guncangkan.
Jon Tarjo tahu si curut tak ada diantara tumpukan banner itu. Semua dilakukan semata untuk menunjukkan besarnya rasa pengabdian, sekalipun akal sehat sementara dilupakan. Dan tentu saja, curut itu tidak ditemukan. Keringat dingin mulai keluar. Pertanda ia dalam kekhawatiran yang besar.
Jon Tarjo dan Kang Kempil saling berpandangan. Kegagalan menemukan curut merupakan sebuah kemalangan.Kemalangan yang dapat mencemari tanda-tanda kesetiaan dan pengabdian yang telah mereka tunjukkan.
“Berani sekali curut-curut itu menggigit tanganku, memakan apa yang aku pegang!” Tuang Teddy menggerutu penuh kemarahan.
Bagi Kang Kempil dan Jon Tarjo Kang itu adalah kode yang harus diterjemahkan sekaligus tindakan.
Kempil dan Jon Tarjo segera menghambur keluar ruangan. Mereka tahu apa yang harus disediakan. Jon Tarjo memikirkan perban, Kang Kempil membayangkan obat merah.
Jika curut tidak berhasil ditemukan, maka menemukan perban dan obat merah menjadi penebus kegagalan. Dengan harapan, semoga Tuan teddy mau memaafkan.
Sofi yang dari tadi mengamati di dekat pintu dan tidak terlibat secara langsung dengan segala kekonyolan menjadi orang kedua setelah TuanTeddy yang tahu sebenarnya apa yang telah terjadi.
Tidak mungkin curut bisa keluyuran di ruang atas. Tidak mungkin pula curut berani menggigit tangan apalagi memakan apa yang ada di tangan orang. Biasanya????
“Cukup! Kempil, Tarjo kerjakan saja tugas kalian seperti biasanya.”
“Tapi Nyonya…..” Kang Kempil dan Jon Tarjo berada diantara ketakutan, keraguan dan ketidak mengertian. Mereka takut dimarahai Tuan Teddy, mereka ragu dengan perintah Nyonya Sofi.
Dan mereka tidak mengerti kenapa Nyonya Sofi menghalangi mereka untuk menolong Tuan Teddy.
“Sudahlah…tidak mungkin ada curut di ruang atas ini. Jadi tidak mungkin ada curut yang menggigit tangan mas Mas Teddy.”
Kompak mereka bertiga melihat ke Tuan Teddy yang bersandar di kursi kerjanya dengan kedua tangan menutup hidung dan mulutnya. Matanya merah,pertanda marah. Diam- diam Kang Kempil dan Jon Tarjo memandangi tangan Tuan Teddy.
“Tidak ada yang berdarah, Jon.”
Jon Tarjo mengangguk, tapi tetap kebingungan. Tetapi ia makin bingung, curut jenis apa yang telah menggigit tangan Tuan Teddy.
“Bukankah curut itu hewan penakut yang hanya muncul dan mencari makan di malam hari???” begitu bisiknya dalam hati.
Biasanya mereka sangat peka, sedikit saja ada gerakan manusia,mereka pasti langsung kabur tanpa menunggu aba-aba. Lantas bagaimana mungkin curut itu berani mendatangi tuan Teddy, bahkan menggigit tangannya ?
“Kalau tangannya yang digigit curut, kenapa wajahnya yang ditutup?” Kang Kempil dan Jon Tarjo semakin tidak mengerti.
“Isman, segera kemari !” Nyonya Sofi menelpon Isman, sekretaris kepercayaan Tuan Teddy.
Kang Kempil dan Jon Tarjo makin tidak mengerti. Kalau tangannya digigit curut, bukankah dokter yang harus dipanggil bukannya Isman dipanggil. Setahu mereka Isman hanyalah seorang sekretaris pribadi.
“Apa Mas Isman itu bisa mengobati juga ?” Pertanyaan Jon Tarjo dijawab Kang Kempil dengan gelengan kepala tak mengerti.
Pagi ini betul-betul menjadi mimpi buruk karena mereka gagal menemukan curut dan banyak hal yang tidak mereka pahami. Ketidakpahaman itu menjadi masalah bagi Jon Tarjo dan Kang Kempil karena mereka tidak mampu membuktikan kesetiaan dengan maksimal.
***
Lima belas menit kemudian Isman datang.
“Tangan Tuan Teddy digigit curut, beruntung kelihatannya tidak berdarah.” Jon Tarjo yang membukakakn gerbang memberinya sedikit informasi.
“Di mana digigitnya?”
“Di lantai atas Mas.Tadi curutnya sudah saya cari sama Kang Kempil, tapi tidak ketemu.”
“Ooo…” Isman tersenyum sambil mengangguk-angguk.
“Apa Mas Isman bisa mengobati juga ?”
Isman menggeleng kemudian segera menuju lantai atas. Jon Tarjo makin tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi pagi ini. Di atas Tuan Teddy dan nyonya Sofi sudah menunggu.
“Uang lima ratus juta untuk membayar banner-banner ini dibawa pergi Karman. Apa gajinya sebagai Tim suksesku masih kurang. Berani sekali dia menilap uangku, curut penghianat!”
“Apa yang dapat saya kerjakan, Tuan?”
“Panggil Ipan dan Ngalim. Jika mereka ingin jabatan yang mereka incar mereka harus membayarka banner-banner itu !” Isman segera pergi menjalankan perintah Tuan Teddy.
“Kenapa Mas Teddy mau memberikan jabatan pada Ipan dan Ngalim, bukankah track record mereka buruk? Kenapa tidak memilih Tanto atau Ita saja. Mereka kan pejabat yang baik selama ini?” Sofi berusaha memberikan masukan pada suaminya.
“Tidak. Curut harus digantikan curut juga. Tanto dan Ita memang pejabat yang baik, tetapi mereka bisa menjadi kucing…bahkan harimau. Bukan hanya tanganku yang akan mereka gigit, bisa jadi leherku yang akan menjadi incarannya.”
Siang itu, Ipan dan Ngalim datang. Setelah menyusul curut-curut lainnya berdatangan menemui Tuan Teddy di ruang atas.
Kang Kempil dan Jon Tarjo makin tidak mengerti.
“Apa curutnya belum ditemukan?”
Blora, 30 Januari 2018
Pemancing dari SurgaSurga di Surabaya (November 1945)
Penulis : Tri Martana