
Juang Merdeka, Jateng – Selama ini Sejarah Lokal terpinggirkan dalam kegiatan pembelajaran. Penyebabnya adalah Sejarah Lokal tidak menjadi salah satu mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum.
Memang tidaklah ada kewajiban secara target dan administratif dari sekolah dan guru berdasarkan kurikulum yang merupakan pedoman pelaksanaan perancangan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran.
Juga tidak ada kewjiban untuk sekadar menyisipkannya dalam tema-tema yang mungkin relevan karena dampaknya dapat berakibat pada ketuntasan materi berdasarkan panduan kurikulum.

Memulai dari Kurikulum
Sekolah merupakan institusi transformasi sosial budaya secara massif dan menjadi tempat yang paling ideal untuk memosisikan sejarah lokal pada marwahnya untuk diajarkan pada siswa sebagai bagian pewarisan sejarah, budaya dan kearifan lokal.
Secara generik, yang menjadi kekuatan utama Sejarah Lokal adalah misi untuk mentransformasi,mentransmisikan pewarisan nilai-nilai kearifan lokal.
Untuk itu Sejarah Lokal terlebih dahulu harus diintegrasikan ke dalam kurikulum. Karena meskipun kurikulum merupakan panduan pokok, didalamnya masih terbuka ruang untuk memperkayanya dengan muatan materi dari selain yang ditetapkan.
Kurikulum memang mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
Selain itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang studi yang menjadi sumber konsep-konsep atau memberikan landasan-landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum berbagai instansi pendidikan.
Kosep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang diautnya. Perkembangan kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya.
Ada dua subteori dari teori kurikulum yaitu desain kurikulum dan rekayasa kurikulum. Desain kurikulum menunjuk pada bentuk baku yang merupakan kerangka pokok kurikulum. Sedangkan rekayasa kurikulum lebih pada penyesuaian desain kurikulum dengan kondisi khusus yang bersifat tentatif, kontekstual dan berbasis pada kondisi faktual dari masing-masing subyek yang menjalankan kurikulum. Bisa berbasis guru, sekolah dan daerah.
Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum yaitu; landasan filosofis, landaasan psikologis, landasan sosial budaya, serta perkembangan ilmu dan teknologi.
Menurut Nana Sukmadinata beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum adalah prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas. Pendidikan pada dasarkanya berintikan aspek tujuan-tujuan pendidikan,isi pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian.
Dalam pengembangan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurukulum, ahli bidang ilmu pegetahuan, guru-guru, dan orang tua murid, serta tokoh-tokoh masyarakat.
Sebagian hambatan dalam pengembangan kurikulum dapat disebabkan karena guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan karena kekurangan waktu, kekurang sesuaian pendapat, baik antara sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator, atau karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri.
Banyak model dapat dikembangkankan dalam pengembangan kurikulum, antara lain the administrative model yang inisiatif dan gagasan pengembangandatang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
The grass roots model yang inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari guru-guru atau sekolah.
The demonstration model yang diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum.
Dari pendapat para pakar kurikulum di atas dapat ditarik kesimpulan, antara lain :
- Kurikulum merupakan sentral dari proses pembelajaran yang terbuka terhadap rekayasa kurikulum. Rekayasa kurikulum merupakan salah satu subteori dari teori kurikulum.
- Pengembangan kurikulum harus berpusat pada pengembangan bakat dan minat siswa.
- Pengembangan kurikulum dapat bersifat interaktif dengan melibatkan partisipasi guru atau sekelompok guru.
Jadi secara teoritis, kurikulum mempunyai sifat terbuka. Ia dapat direkayasa dan dikembangkan bahkan diganti. Hanya saja proses-proses tersebut harus ada landasan filosofis,yuridis dan sosiologis agar hasil yang dicapai benar-benar bermakna dan memberi manfaat kepada siswa maupun bangsa. Juga landasan teoritis tentang agar perubahan tersebut lebih implementatif.
Dengan dasar itulah maka mengintegrasikan sejarah lokal ke dalam pembelajaran secara teoritis dapat dibenarkan.Mengingat fungsi sejarah lokal sangat penting bagi character building, pewarisan kearifan lokal dan menumbuhkan kesadaran kebhinekaan.
Ada sejumlah indiktor yang memungkinkan pengintegrasian sejarah lokal, antara lain :
- Diberlakukannya UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, desentralisasi dan otonomi pendidikan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
- Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter.
- Dalam landasan filosofis pengembangan pembelajaran mencantumkan aspek bahwa pengembangan kurikulum harus berakar pada budaya bangsa. Tujuannya agar terbentuk generasi yang mampu menjadi pewaris dan pengembang budaya bangsa. Menjadi pewaris dan pengembang budaya bangsa akan tercapai jika peserta didik mampu menerapkan pengetahuan, sikap dan kebiasaan serta ketrampilan sosial sebagai modal untuk mengembangkan diri sebagai individu, anggota masyarakat dan warga negara.
Kesesuaian sejarah lokal jika didintegrasikan dalam pembelajaran terletak pada prinsip desentralisasi, otonomi pendidikan, pembangunan karakter bangsa, pembentukan generasi yang mampu mewarisi dan mengembangkan budaya bangsa.
Dalam struktur kurikulum, pembelajaran Sejarah Lokal dapat diintegrasikan sebagai muatan lokal ataupun disisipkan dalam pembelajaran mapel IPS.
Jika dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri maka implikasinya harus disiapkan materi pembelajaran dalam jumlah yang cukup besar.
Harus dilakukan inventarisasi institusi-institusi mana yang mempunyai data-data sebagai sumber sejarah lokal. Proses ini akan menghasilkan sejumlah materi untuk diajarkan pada siswa.
Kemudian disusun materi Sejarah Lokal secara terstruktur. Jika akan dijadikan mapel tersendiri Maka untuk memaksimalkan proses, tujuan dan penilaiannya maka diusahakan bisa dimasukkan dalam aplikasi nilai raport.
Penyusunan Sejarah Lokal sebagai mapel yang berdiri sendiri hendaknya memperhatikan dua strategi. Pertama, apakah menggunakan pendekatan periodisasi sejarah ataukah kedua, menggunakan pendekatan tematik.
Setelah itu dirumuskan capaian pembelajaran, alur tujuan pembelajaran, silabus dan terakhir menyusun beberapa modul mata Sejarah Lokal.
Tetapi jika sekadar disisipkan dalam mapel IPS maka ada dua pendekatan. Pertama, tema Sejarah Lokal yang diangkat harus disisipkan ke dalam atau Kompetensi Dasar yang sesuai.
Kedua, tema Sejarah Lokal yang di sisipkan menyesuaikan dengan capaian pembelajaran, alur tujuan pembelajaran, silabus dan terakhir menjadi bagian dari modul mata pelajaran IPS.
Misalnya, menyisipkan tema Kehidupan Manusia Goa Kidang dengan materi Masa Pra Sejarah di Indonesia.
Penulis : Tri Martana (Wakil Ketua DPC Petanesia Blora)
Nama: nicko Kurnia ramadhan Absen: 19 Kelas : 9D
Kalimat “Integrasi Sejarah Lokal (3): Strategi dan Landasan Integrasi dalam Pembelajaran” mengandung makna penting dalam konteks pendidikan sejarah di Indonesia. Secara umum, kalimat ini menunjukkan bahwa ada suatu pembahasan khusus—kemungkinan bagian ketiga dari sebuah seri—yang berfokus pada bagaimana sejarah lokal dapat diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya. Integrasi sejarah lokal merupakan suatu pendekatan yang sangat relevan, karena membantu peserta didik untuk memahami sejarah dari lingkungan terdekat mereka terlebih dahulu, sebelum melangkah ke konteks nasional dan global.
Strategi integrasi sejarah lokal dalam pembelajaran mencakup berbagai metode, mulai dari penggunaan sumber-sumber lokal seperti arsip daerah, situs sejarah, hingga narasi dari tokoh masyarakat. Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih kontekstual, konkret, dan bermakna. Peserta didik tidak hanya menghafal peristiwa sejarah, tetapi juga mampu merasakan keterhubungan antara dirinya dan peristiwa tersebut. Ini memperkuat rasa identitas dan kebanggaan terhadap daerah asal.
Landasan integrasi ini biasanya bersifat pedagogis dan filosofis. Secara pedagogis, integrasi sejarah lokal dapat memperkuat pendekatan pembelajaran berbasis pengalaman langsung (experiential learning), dan juga pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Secara filosofis, integrasi ini didasarkan pada pandangan bahwa pendidikan seharusnya bersifat holistik dan relevan dengan kehidupan nyata peserta didik. Dengan memahami sejarah lokal, siswa diajak untuk membangun kesadaran historis yang lebih kuat dan kritis terhadap lingkungannya.
Selain itu, landasan yuridis seperti Kurikulum Merdeka juga memberikan ruang yang luas untuk integrasi sejarah lokal. Guru diberi keleluasaan untuk mengadaptasi materi sesuai dengan konteks lokal dan kebutuhan peserta didik. Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan nasional yang mencakup penguatan karakter dan pelestarian budaya lokal.
Namun, tantangan dalam mengintegrasikan sejarah lokal juga cukup banyak. Salah satunya adalah minimnya sumber belajar yang tersedia secara tertulis dan akademik. Banyak sejarah lokal yang masih hidup dalam bentuk tradisi lisan atau belum terdokumentasi secara sistematis. Oleh karena itu, strategi integrasi juga harus mencakup pelatihan guru, penyusunan modul lokal, serta kerja sama dengan sejarawan atau lembaga kebudayaan setempat.
Lebih lanjut, integrasi sejarah lokal juga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Keterlibatan tokoh masyarakat, pelaku sejarah lokal, dan lembaga adat dapat memperkaya proses pembelajaran. Dengan demikian, sekolah bukan hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga pusat pelestarian budaya dan sejarah daerah.
Dalam praktiknya, integrasi ini juga membuka peluang bagi pembelajaran berbasis proyek, seperti pembuatan dokumenter sejarah lokal, kunjungan ke situs sejarah, atau penulisan biografi tokoh daerah. Kegiatan semacam ini menumbuhkan kreativitas, kolaborasi, dan keterampilan berpikir kritis.
Sebagai penutup, penting untuk terus mendorong dan memfasilitasi integrasi sejarah lokal dalam pembelajaran. Hal ini bukan hanya strategi untuk meningkatkan efektivitas pendidikan sejarah, tetapi juga bagian dari upaya membangun jati diri bangsa dari akar budaya yang paling dasar—yakni lokalitas. Kalimat “Integrasi Sejarah Lokal (3): Strategi dan Landasan Integrasi dalam Pembelajaran” merupakan judul yang menggambarkan urgensi sekaligus arahan strategis dalam membumikan sejarah di dunia pendidikan.
Nama: nicko Kurnia ramadhan Absen: 19 Kelas : 9D
Kalimat “Integrasi Sejarah Lokal (3): Strategi dan Landasan Integrasi dalam Pembelajaran” mengandung makna penting dalam konteks pendidikan sejarah di Indonesia. Secara umum, kalimat ini menunjukkan bahwa ada suatu pembahasan khusus—kemungkinan bagian ketiga dari sebuah seri—yang berfokus pada bagaimana sejarah lokal dapat diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya. Integrasi sejarah lokal merupakan suatu pendekatan yang sangat relevan, karena membantu peserta didik untuk memahami sejarah dari lingkungan terdekat mereka terlebih dahulu, sebelum melangkah ke konteks nasional dan global.
Strategi integrasi sejarah lokal dalam pembelajaran mencakup berbagai metode, mulai dari penggunaan sumber-sumber lokal seperti arsip daerah, situs sejarah, hingga narasi dari tokoh masyarakat. Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih kontekstual, konkret, dan bermakna. Peserta didik tidak hanya menghafal peristiwa sejarah, tetapi juga mampu merasakan keterhubungan antara dirinya dan peristiwa tersebut. Ini memperkuat rasa identitas dan kebanggaan terhadap daerah asal.
Landasan integrasi ini biasanya bersifat pedagogis dan filosofis. Secara pedagogis, integrasi sejarah lokal dapat memperkuat pendekatan pembelajaran berbasis pengalaman langsung (experiential learning), dan juga pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Secara filosofis, integrasi ini didasarkan pada pandangan bahwa pendidikan seharusnya bersifat holistik dan relevan dengan kehidupan nyata peserta didik. Dengan memahami sejarah lokal, siswa diajak untuk membangun kesadaran historis yang lebih kuat dan kritis terhadap lingkungannya.
Selain itu, landasan yuridis seperti Kurikulum Merdeka juga memberikan ruang yang luas untuk integrasi sejarah lokal. Guru diberi keleluasaan untuk mengadaptasi materi sesuai dengan konteks lokal dan kebutuhan peserta didik. Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan nasional yang mencakup penguatan karakter dan pelestarian budaya lokal.
Namun, tantangan dalam mengintegrasikan sejarah lokal juga cukup banyak. Salah satunya adalah minimnya sumber belajar yang tersedia secara tertulis dan akademik. Banyak sejarah lokal yang masih hidup dalam bentuk tradisi lisan atau belum terdokumentasi secara sistematis. Oleh karena itu, strategi integrasi juga harus mencakup pelatihan guru, penyusunan modul lokal, serta kerja sama dengan sejarawan atau lembaga kebudayaan setempat.
Lebih lanjut, integrasi sejarah lokal juga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Keterlibatan tokoh masyarakat, pelaku sejarah lokal, dan lembaga adat dapat memperkaya proses pembelajaran. Dengan demikian, sekolah bukan hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga pusat pelestarian budaya dan sejarah daerah.
Dalam praktiknya, integrasi ini juga membuka peluang bagi pembelajaran berbasis proyek, seperti pembuatan dokumenter sejarah lokal, kunjungan ke situs sejarah, atau penulisan biografi tokoh daerah. Kegiatan semacam ini menumbuhkan kreativitas, kolaborasi, dan keterampilan berpikir kritis.
Sebagai penutup, penting untuk terus mendorong dan memfasilitasi integrasi sejarah lokal dalam pembelajaran. Hal ini bukan hanya strategi untuk meningkatkan efektivitas pendidikan sejarah, tetapi juga bagian dari upaya membangun jati diri bangsa dari akar budaya yang paling dasar—yakni lokalitas. Kalimat “Integrasi Sejarah Lokal (3): Strategi dan Landasan Integrasi dalam Pembelajaran” merupakan judul yang menggambarkan urgensi sekaligus arahan strategis dalam membumikan sejarah di dunia pendidikan cukuppp sekiann dari saya trimakasih
Integrasi sejarah lokal dalam pembelajaran merupakan upaya untuk memperkaya kurikulum dengan konten yang relevan dengan konteks budaya dan sosial siswa.
Strategi integrasi sejarah lokal memungkinkan siswa memahami sejarah tidak hanya sebagai fakta, tetapi juga sebagai bagian dari identitas mereka.
Pendekatan ini membantu siswa menghubungkan pengetahuan sejarah dengan pengalaman hidup mereka sehari-hari.
Integrasi sejarah lokal memperkuat rasa nasionalisme dan kebanggaan terhadap budaya dan warisan lokal.
Strategi integrasi sejarah lokal memerlukan kolaborasi antara sekolah, masyarakat, dan lembaga lokal untuk memastikan keakuratan dan relevansi materi.
Pembelajaran sejarah lokal dapat dilakukan melalui kunjungan ke tempat sejarah, wawancara, dan studi kasus yang relevan.
Integrasi sejarah lokal membantu siswa memahami peran masyarakat setempat dalam sejarah nasional dan regional.
Pendekatan ini juga mendorong pengembangan keterampilan berpikir kritis dan analitis siswa.
Strategi integrasi sejarah lokal memerlukan penyesuaian metode pengajaran agar sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.
Integrasi sejarah lokal meningkatkan kesadaran siswa terhadap pentingnya pelestarian budaya dan warisan sejarah.
Pembelajaran sejarah lokal memperkuat hubungan antara sekolah dan masyarakat sekitar, menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif.
Strategi integrasi sejarah lokal memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai aspek seperti sosial, budaya, dan ekonomi.
Integrasi sejarah lokal membantu siswa memahami dinamika perubahan sosial dan budaya di wilayah mereka.
Pendekatan ini juga mendorong pengembangan sikap empati dan penghargaan terhadap keragaman budaya.
Integrasi sejarah lokal memperkaya pengetahuan siswa tentang peristiwa sejarah yang relevan dengan kehidupan mereka.
Strategi integrasi sejarah lokal memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat.
Pembelajaran sejarah lokal dapat meningkatkan kualitas pendidikan dengan memperhatikan konteks lokal.
Integrasi sejarah lokal membantu siswa memahami hubungan antara sejarah dan kehidupan masa kini.
Strategi integrasi sejarah lokal merupakan langkah penting dalam menciptakan generasi muda yang memiliki wawasan sejarah yang luas dan bermakna.
Integrasi sejarah lokal dalam pembelajaran merupakan bagian dari upaya membangun masyarakat yang lebih sadar akan nilai-nilai sejarah dan budaya.