
Juang Merdeka, Blora – Pelaku usaha industri pengguna gas bumi mulai kelimpungan menghadapi kondisi keterbatasan pasokan gas. Terlebih, baru-baru ini pelaku industri di wilayah barat Jawa terpaksa menghentikan produksi lantaran aliran energi yang menurun drastis.
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengungkap kondisi keterbatasan pasokan gas lantaran adanya penurunan volume yang disalurkan pemasok gas atau kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) hulu migas pada Agustus 2025. Corporate Secretary PGN Fajriyah Usman dalam keterangan tertulis, Kamis (14/8/2025) mengatakan, kondisi tersebut berdampak pada pengaliran gas untuk sementara waktu kepada sebagian pelanggan gas PGN di wilayah Jawa Barat. PGN telah menyampaikan kepada pelanggan terdampak untuk melakukan pengaturan pemakaian gas. PGN juga mengimbau bagi pelanggan dengan sistem dual fuel untuk sementara mempersiapkan bahan bakar lainnya sebagai energi pengganti.
Kondisi penurunan saluran gas ke industri terjadi tak hanya kepada industri penerima harga gas bumi tertentu (HGBT). Industri non-HGBT seperti pengecoran logam juga mulai setop produksi. Ini memicu ancaman pengurangan tenaga kerja industri pengecoran logam yang merupakan industri hulu dari sejumlah sektor industri termasuk alat berat, otomotif, pertambangan, kelapa sawit.
Berbagai Asosiasi Pengusaha menyatakan kekuatiran mereka diantaranya Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Indonesian Rubber Glove Manufacturers Association (IRGMA), Asosiasi Industri Pengecoran Logam Indonesia (APLINDO). Semua industri [pengguna gas] di Jawa Barat [shut off], info yang sudah off di wilayah Tangerang sejak kemarin malam. Kalau sudah berhenti setop produksi, maka akan ada perumahan tenaga kerja.
Dan mereka menagih ketersediaan pasokan gas sesuai alokasi Kepmen ESDM 76/2025 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu. Para pengusaha meyakini pelaksanaan sepenuhnya Perpres dan Kepmen sangat penting dan genting untuk kelangsungan industri termasuk menjaga kepercayaan investor.
Peluang Blora Menarik Investasi
Kondisi diatas menjadi peluang bagi Blora untuk menarik investasi masuk ke Blora. Blora yang dikenal sebagai daerah kaya Sumber Daya Alam (SDA) Migas menjadi solusi untuk memenuhi pasokan gas yang terus berkurang dan mengancam operasional industri seperti yang terjadi saat ini. Data lifting nasional menunjukkan produksi Blok Cepu memasok 30% lifting minyak Nasional. Selain itu Lapangan gas besar di Jambaran Tiung Biru di Bojonegoro yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Blok Cepu yang siap memberikan pasokan gas lewat pipa gas ke kawasan industri di jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dan Berdasarkan data SKK Migas, di wilayah Blora juga memiliki lapangan gas yang punya cadangan cukup besar. Blora punya Lapangan Giyanti yang merupakan bagian dari WKP Blok Cepu dan berada di wilayah administrasi kecamatan Sambong Kabupaten Blora. Potensi gas alam yang terkandung diperkirakan 500 BCF / Miliar Kaki Kubik. Potensi cadangan ini termasuk cadangan yang besar dan diharapkan bisa memenuhi pasokan gas untuk 1 kawasan industri dengan kapasitas minimal 100 pabrik selama lebih dari 50 tahun. Akan tetapi masalahnya hingga saat ini aktivasi Lapangan Gas Giyanti belum masuk dalam roadmap Exxon maupun mitra bisnisnya WKP Blok Cepu yaitu Pertamina EP Cepu.
Lalu bagaimana Pemkab Blora menjawab peluang ini?
Apa strategi yang dibuat untuk mendorong Aktivasi Lapangan Giyanti?
Dan sudah siapkah proposal Kawasan Industri yang menarik untuk investasi di Blora?
Saatnya kita bekerja keras memenuhi harapan rakyat Blora, untuk buktikan bahwa SDA Migas bisa menjadi Berkah buat kesejahteraan dan bukan Kutukan.
Seno Margo Utomo
(Kandidat Komisaris BUMD BPE)
Artikel ini membahas kondisi kelangkaan pasokan gas bumi yang mulai mengganggu pelaku industri di wilayah Jawa Barat. Kondisi tersebut menyebabkan beberapa industri bahkan harus menghentikan produksinya. PT Perusahaan Gas Negara (PGN) menjelaskan bahwa penurunan volume gas terjadi akibat keterbatasan pasokan dari KKKS hulu migas.Hal ini tentu berdampak besar terhadap keberlangsungan aktivitas industri yang sangat bergantung pada pasokan gas. Penghentian pasokan gas membuat perusahaan harus mencari sumber energi alternatif.Namun, peralihan energi tentu tidak bisa dilakukan secara cepat karena membutuhkan biaya tambahan dan infrastruktur. PGN sendiri berupaya menyalurkan gas sesuai kemampuan pasokan yang ada.Perusahaan juga meminta agar para pengguna gas memahami keterbatasan yang sedang terjadi.Asosiasi Industri pengguna gas pun menyuarakan kekhawatirannya. Mereka khawatir jika pasokan gas tidak segera pulih, maka produksi bisa lumpuh total.Padahal, keberlangsungan industri menyangkut banyak hal termasuk tenaga kerja.Jika industri berhenti, maka otomatis berimbas pada lapangan kerja dan perekonomian daerah. Di sisi lain, kondisi ini membuka peluang bagi Kabupaten Blora.Blora memiliki cadangan gas besar di Lapangan Giyanti yang merupakan bagian dari WKP Blok Cepu.Potensi cadangan gas di Blora diperkirakan mencapai 500 BCF.Jika dimanfaatkan dengan baik, Blora bisa menjadi penyuplai utama gas untuk industri di Jawa Tengah dan Jawa Barat.Namun, hingga kini pemanfaatan Lapangan Giyanti masih menunggu aktivasi dari pihak terkait.Pemerintah daerah dan pusat perlu berkolaborasi agar potensi besar ini bisa segera dimanfaatkan. Dengan adanya pengelolaan yang baik, Blora tidak hanya bisa menjaga ketersediaan energi tetapi juga menarik investasi industri.Pada akhirnya, gas bumi di Blora bisa menjadi berkah untuk kesejahteraan masyarakat luas.
NAMA :NUR KIKY HAPRILIYA
KELAS :9H
NO, ABS :21
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengungkap kondisi keterbatasan pasokan gas lantaran adanya penurunan volume yang disalurkan pemasok gas atau kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) hulu migas pada Agustus 2025. Corporate Secretary PGN Fajriyah Usman dalam keterangan tertulis, Kamis (14/8/2025) mengatakan, kondisi tersebut berdampak pada pengaliran gas untuk sementara waktu kepada sebagian pelanggan gas PGN di wilayah Jawa Barat. PGN telah menyampaikan kepada pelanggan terdampak untuk melakukan pengaturan pemakaian gas. PGN juga mengimbau bagi pelanggan dengan sistem dual fuel untuk sementara mempersiapkan bahan bakar lainnya sebagai energi pengganti.
Kondisi penurunan saluran gas ke industri terjadi tak hanya kepada industri penerima harga gas bumi tertentu (HGBT). Industri non-HGBT seperti pengecoran logam juga mulai setop produksi. Ini memicu ancaman pengurangan tenaga kerja industri pengecoran logam yang merupakan industri hulu dari sejumlah sektor industri termasuk alat berat, otomotif, pertambangan, kelapa sawit.
1. Berita ini menyoroti berkurangnya pasokan gas yang mulai membuat industri di Jawa Barat kelimpungan.
2. Penurunan pasokan gas menyebabkan sejumlah pelaku industri terpaksa menghentikan produksi.
3. PT Perusahaan Gas Negara (PGN) menyebut kondisi ini terjadi karena turunnya volume suplai dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
4. Dampak nyata dirasakan oleh pelanggan gas di wilayah Jawa Barat.
5. PGN bahkan meminta pelanggan terdampak untuk melakukan pengaturan pemakaian agar tidak lumpuh total.
6. Penurunan pasokan gas ini bukan hanya mengenai industri besar penerima harga gas tertentu, tetapi juga industri non-HGBT.
7. Industri pengecoran logam, yang berperan sebagai industri hulu, ikut terganggu produksinya.
8. Jika kondisi ini berlanjut, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bisa saja terjadi.
9. Asosiasi pengusaha menegaskan bahwa kelangsungan industri sangat tergantung pada kepastian pasokan gas.
10. Mereka juga mengingatkan pemerintah agar konsisten menjalankan aturan terkait alokasi pasokan gas.
11. Menariknya, berita ini juga mengangkat sisi peluang investasi bagi Kabupaten Blora.
12. Blora dikenal sebagai daerah kaya sumber daya alam, khususnya migas.
13. Produksi Blok Cepu sendiri menyumbang sekitar 30% produksi minyak nasional.
14. Selain minyak, Blora juga punya cadangan gas cukup besar di Lapangan Giyanti, bagian dari WKP Blok Cepu.
15. Potensi cadangan gas di Giyanti diperkirakan mencapai 500 BCF, angka yang tidak kecil.
16. Cadangan itu diyakini mampu memenuhi kebutuhan satu kawasan industri besar selama lebih dari 50 tahun.
17. Sayangnya, hingga kini Lapangan Giyanti belum diaktifkan dalam roadmap bisnis Exxon maupun Pertamina EP Cepu.
18. Kondisi inilah yang seharusnya bisa jadi pintu masuk Pemkab Blora untuk menggaet investor.
19. Dengan cadangan yang besar, Blora bisa menawarkan jaminan pasokan energi ke kawasan industri Jawa Tengah maupun Jawa Timur.
20. Namun, kuncinya ada pada keberanian pemerintah daerah dalam memperjuangkan aktivasi lapangan gas dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Pada artikel ini membahas kondisi kelangkaan pasokan gas bumi yang mulai mengganggu pelaku industri di wilayah Jawa Barat. Kondisi tersebut menyebabkan beberapa industri bahkan harus menghentikan produksinya. PT Perusahaan Gas Negara (PGN) menjelaskan bahwa penurunan volume gas terjadi akibat keterbatasan pasokan dari KKKS hulu migas.Hal ini tentu berdampak besar terhadap keberlangsungan beberapa aktivitas industri yang sangat bergantung pada pasokan gas. Penghentian pasokan gas membuat perusahaan harus mencari sumber energi alternatif.Namun, peralihan energi tentu tidak bisa dilakukan secara cepat karena membutuhkan biaya tambahan yang banyak dan infrastruktur. PGN sendiri berupaya menyalurkan gas sesuai kemampuan pasokan yang ada.Perusahaan juga meminta agar para pengguna gas memahami keterbatasan yang sedang terjadi.Asosiasi Industri pengguna gas pun menyuarakan kekhawatirannya. Mereka khawatir jika pasokan gas tidak segera pulih, maka produksi bisa lumpuh total.Padahal, keberlangsungan industri menyangkut banyak hal termasuk tenaga kerja.Jika industri berhenti, maka otomatis berimbas pada lapangan kerja dan perekonomian daerah. Di sisi lain, kondisi ini membuka peluang bagi Kabupaten Blora.Blora memiliki cadangan gas besar di Lapangan Giyanti yang merupakan bagian dari WKP Blok Cepu.Potensi cadangan gas di Blora diperkirakan mencapai kurang lebih 500 BCF.Jika dimanfaatkan dengan cara yang baik, Blora bisa menjadi penyuplai utama gas untuk industri di Jawa Tengah dan Jawa Barat.Namun, hingga kini pemanfaatan Lapangan Giyanti masih menunggu aktivasi dari pihak terkait.Pemerintah daerah dan pusat perlu berkolaborasi agar potensi besar ini bisa segera dimanfaatkan. Dengan adanya pengelolaan yang baik, Blora tidak hanya bisa menjaga ketersediaan energi tetapi juga menarik investasi industri.Pada akhirnya, gas bumi di Blora bisa menjadi berkah untuk kesejahteraan masyarakat yang luas.
Nama : Dewi Murni
kelas :9h
No abs:11
1.Semoga Blora benar-benar bisa manfaatkan potensi gasnya, jangan sampai hanya jadi wacana.
2.Industri di Jawa Barat jelas tertekan, pemerintah harus segera cari solusi jangka pendek.
3.Kalau cadangan gas Blora benar sebesar itu, kenapa belum diaktifkan sampai sekarang?
4.Investor pasti mau masuk asal ada kepastian regulasi dan roadmap yang jelas.
5.Sayang sekali kalau SDA migas hanya jadi angka di atas kertas tanpa bisa diproduksikan.
6.Blora bisa jadi pemain penting energi nasional kalau lapangan Giyanti benar-benar jalan.
7.PGN seharusnya lebih transparan soal kondisi pasokan agar industri bisa antisipasi.
8.Kasihan para pekerja industri yang terancam dirumahkan gara-gara krisis pasokan gas.
9.Inilah saatnya pemerintah daerah Blora proaktif bikin proposal kawasan industri.
10.Jangan sampai Blora hanya jadi tempat eksplorasi tapi tidak dapat manfaat langsung.
11.Blok Cepu sudah terbukti produktif, semoga lapangan lain di sekitarnya juga segera diaktifkan.
12.Industri di Jawa Barat bisa melirik Jawa 13.Tengah kalau suplai energi di sana lebih aman.
Ini peluang emas Blora untuk tingkatkan PAD sekaligus buka lapangan kerja.
14.Perlu sinergi kuat antara Pemkab, SKK Migas, dan investor supaya proyek cepat jalan.
15.Kalau terus menunda aktivasi, cadangan gas hanya akan jadi cerita.
16.Perpres dan Kepmen ESDM harus dijalankan konsisten, jangan tebang pilih.
17.Potensi 500 BCF bisa menopang ratusan pabrik, angka yang luar biasa besar.
18.Tantangan terbesar biasanya soal perizinan dan infrastruktur, semoga tidak berbelit.
19.Blora jangan hanya jadi pemasok bahan mentah, tapi juga kembangkan industri hilir.
20.Saatnya SDA jadi berkah nyata, bukan kutukan yang hanya dinikmati segelintir pihak.
SAILA NUR RAMADHANI 9H/26
Artikel yang ditampilkan memberikan gambaran tentang potensi sumber daya gas bumi di Blora, khususnya Lapangan Gas Giyanti yang merupakan bagian dari WKP Blok Cepu. Berdasarkan data SKK Migas, cadangan gas alam di wilayah tersebut diperkirakan mencapai 500 BCF, jumlah yang tergolong besar dan mampu menopang kebutuhan energi maupun industri untuk jangka panjang, bahkan lebih dari 50 tahun. Hal ini jelas menjadi sebuah peluang besar yang seharusnya dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah maupun pusat.
Namun demikian, realitas di lapangan menunjukkan bahwa Lapangan Gas Giyanti hingga kini belum masuk ke dalam roadmap pengembangan Exxon maupun Pertamina EP Cepu sebagai mitra. Kondisi ini mencerminkan adanya kendala koordinasi, strategi, maupun prioritas pengelolaan migas di tingkat nasional dan daerah. Padahal, jika cadangan tersebut segera diaktivasi, maka Blora berpotensi menjadi pusat industri baru yang dapat menyerap banyak tenaga kerja, meningkatkan PAD, serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat sekitar.
Di sisi lain, artikel tersebut juga menyinggung masalah kelangkaan pasokan gas yang dialami oleh pelaku industri di wilayah Jawa. Banyak perusahaan bahkan terpaksa menghentikan produksi akibat turunnya pasokan gas secara drastis. Kondisi ini tentu ironis, mengingat di Blora sendiri tersimpan potensi gas yang melimpah, tetapi belum dioptimalkan. Di sinilah seharusnya peran pemerintah daerah, yakni mampu mendorong, melobi, serta menyusun strategi konkret agar potensi tersebut tidak hanya menjadi data di atas kertas.
Menurut saya, Pemkab Blora harus segera merumuskan masterplan kawasan industri yang berfokus pada energi berbasis gas. Proposal yang matang dan realistis akan menarik minat investor untuk menanamkan modal. Jika Blora hanya menunggu tanpa proaktif, maka peluang emas ini bisa hilang begitu saja, sementara masyarakat tetap berada dalam lingkaran keterbatasan ekonomi. Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM dan SKK Migas, juga sepatutnya lebih serius dalam mengatur skema distribusi dan pemanfaatan energi, agar potensi lokal benar-benar memberi manfaat langsung kepada daerah penghasil.
Selain itu, ada aspek keberlanjutan yang juga harus diperhatikan. Sumber daya gas bumi memang dapat memberi keuntungan jangka panjang, tetapi pengelolaannya harus dilakukan secara hati-hati. Pengalaman di banyak daerah menunjukkan bahwa eksploitasi sumber daya alam sering kali tidak sebanding dengan kesejahteraan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, Blora harus belajar dari pengalaman daerah lain, bagaimana membangun sistem tata kelola yang transparan, berkeadilan, dan berpihak pada rakyat.
Saya berpendapat bahwa keberadaan gas di Blora dapat menjadi berkah jika dikelola dengan benar. Namun sebaliknya, jika tidak ada strategi jelas, bisa menjadi kutukan yang hanya menguntungkan pihak luar tanpa memberi dampak signifikan bagi masyarakat lokal. Di sini, keterlibatan BUMD, DPRD, dan tokoh masyarakat sangat penting untuk memastikan ada keberpihakan.
Secara politis, isu gas bumi ini bisa menjadi modal strategis bagi Blora untuk memperkuat bargaining power dengan pemerintah pusat maupun perusahaan besar. Blora memiliki posisi tawar yang cukup kuat karena menyimpan cadangan energi penting, sehingga Pemkab tidak seharusnya bersikap pasif.
Lebih jauh lagi, jika pasokan gas dari Blora benar-benar diaktivasi, maka masalah kelangkaan pasokan gas di Jawa dapat diatasi secara signifikan. Hal ini bukan hanya menyelamatkan industri dari risiko shutdown, tetapi juga menjaga iklim investasi tetap kondusif. Jika investor merasa pasokan energi aman dan stabil, maka kepercayaan untuk menanamkan modal akan meningkat.
Dengan demikian, saya melihat ada dua sisi dalam persoalan ini. Pertama, potensi besar yang menjanjikan peluang ekonomi, kesejahteraan, dan penguatan industri. Kedua, ancaman keterlambatan pengelolaan yang bisa membuat Blora tertinggal dalam arus pembangunan. Oleh karena itu, momentum ini harus dijawab dengan langkah konkret, bukan hanya retorika.
Kesimpulannya, Blora tidak boleh hanya menjadi daerah penghasil yang sekadar menyumbang sumber daya tanpa menikmati hasilnya. Pemkab Blora, bersama seluruh pemangku kepentingan, perlu menyiapkan strategi komprehensif agar gas Giyanti benar-benar memberi manfaat nyata. Saya optimis, jika dikelola dengan benar, gas bumi Blora bisa menjadi katalis pembangunan yang mendorong kesejahteraan rakyat, bukan sekadar angka cadangan energi dalam laporan SKK Migas.
SAILA NUR RAMADHANI (26) KELAS; 9H
Artikel yang ditampilkan memberikan gambaran tentang potensi sumber daya gas bumi di Blora, khususnya Lapangan Gas Giyanti yang merupakan bagian dari WKP Blok Cepu. Berdasarkan data SKK Migas, cadangan gas alam di wilayah tersebut diperkirakan mencapai 500 BCF, jumlah yang tergolong besar dan mampu menopang kebutuhan energi maupun industri untuk jangka panjang, bahkan lebih dari 50 tahun. Hal ini jelas menjadi sebuah peluang besar yang seharusnya dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah maupun pusat.
Namun demikian, realitas di lapangan menunjukkan bahwa Lapangan Gas Giyanti hingga kini belum masuk ke dalam roadmap pengembangan Exxon maupun Pertamina EP Cepu sebagai mitra. Kondisi ini mencerminkan adanya kendala koordinasi, strategi, maupun prioritas pengelolaan migas di tingkat nasional dan daerah. Padahal, jika cadangan tersebut segera diaktivasi, maka Blora berpotensi menjadi pusat industri baru yang dapat menyerap banyak tenaga kerja, meningkatkan PAD, serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat sekitar.
Di sisi lain, artikel tersebut juga menyinggung masalah kelangkaan pasokan gas yang dialami oleh pelaku industri di wilayah Jawa. Banyak perusahaan bahkan terpaksa menghentikan produksi akibat turunnya pasokan gas secara drastis. Kondisi ini tentu ironis, mengingat di Blora sendiri tersimpan potensi gas yang melimpah, tetapi belum dioptimalkan. Di sinilah seharusnya peran pemerintah daerah, yakni mampu mendorong, melobi, serta menyusun strategi konkret agar potensi tersebut tidak hanya menjadi data di atas kertas.
Menurut saya, Pemkab Blora harus segera merumuskan masterplan kawasan industri yang berfokus pada energi berbasis gas. Proposal yang matang dan realistis akan menarik minat investor untuk menanamkan modal. Jika Blora hanya menunggu tanpa proaktif, maka peluang emas ini bisa hilang begitu saja, sementara masyarakat tetap berada dalam lingkaran keterbatasan ekonomi. Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM dan SKK Migas, juga sepatutnya lebih serius dalam mengatur skema distribusi dan pemanfaatan energi, agar potensi lokal benar-benar memberi manfaat langsung kepada daerah penghasil.
Selain itu, ada aspek keberlanjutan yang juga harus diperhatikan. Sumber daya gas bumi memang dapat memberi keuntungan jangka panjang, tetapi pengelolaannya harus dilakukan secara hati-hati. Pengalaman di banyak daerah menunjukkan bahwa eksploitasi sumber daya alam sering kali tidak sebanding dengan kesejahteraan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, Blora harus belajar dari pengalaman daerah lain, bagaimana membangun sistem tata kelola yang transparan, berkeadilan, dan berpihak pada rakyat.
Saya berpendapat bahwa keberadaan gas di Blora dapat menjadi berkah jika dikelola dengan benar. Namun sebaliknya, jika tidak ada strategi jelas, bisa menjadi kutukan yang hanya menguntungkan pihak luar tanpa memberi dampak signifikan bagi masyarakat lokal. Di sini, keterlibatan BUMD, DPRD, dan tokoh masyarakat sangat penting untuk memastikan ada keberpihakan.
Secara politis, isu gas bumi ini bisa menjadi modal strategis bagi Blora untuk memperkuat bargaining power dengan pemerintah pusat maupun perusahaan besar. Blora memiliki posisi tawar yang cukup kuat karena menyimpan cadangan energi penting, sehingga Pemkab tidak seharusnya bersikap pasif.
Lebih jauh lagi, jika pasokan gas dari Blora benar-benar diaktivasi, maka masalah kelangkaan pasokan gas di Jawa dapat diatasi secara signifikan. Hal ini bukan hanya menyelamatkan industri dari risiko shutdown, tetapi juga menjaga iklim investasi tetap kondusif. Jika investor merasa pasokan energi aman dan stabil, maka kepercayaan untuk menanamkan modal akan meningkat.
Dengan demikian, saya melihat ada dua sisi dalam persoalan ini. Pertama, potensi besar yang menjanjikan peluang ekonomi, kesejahteraan, dan penguatan industri. Kedua, ancaman keterlambatan pengelolaan yang bisa membuat Blora tertinggal dalam arus pembangunan. Oleh karena itu, momentum ini harus dijawab dengan langkah konkret, bukan hanya retorika.
Kesimpulannya, Blora tidak boleh hanya menjadi daerah penghasil yang sekadar menyumbang sumber daya tanpa menikmati hasilnya. Pemkab Blora, bersama seluruh pemangku kepentingan, perlu menyiapkan strategi komprehensif agar gas Giyanti benar-benar memberi manfaat nyata. Saya optimis, jika dikelola dengan benar, gas bumi Blora bisa menjadi katalis pembangunan yang mendorong kesejahteraan rakyat, bukan sekadar angka cadangan energi dalam laporan SKK Migas.