Juang Merdeka Jateng – Berdasarkan hasil penelitian dari Yuni Astuti, Zainal Abidin dan Siswoko yang berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Penundaan Kehamilan Remaja Menikah Usia Kurang 20 Tahun di Blora, menunjukkan bahwa usia rata-rata responden saat menikah adalah 16,4 tahun, dengan median 15,95 tahun, standar deviasi 1,46 tahun. Sementara usia termuda saat menikah adalah 13,17 tahun dan usia tertingggi adalah 19,80 tahun.
Tingkat Pendidikan. Sebagian besar responden (63,8%) adalah berpendidikan Sekolah Dasar. Hal ini disebabkan karena kebanyakan orangtua responden adalah petani, maka sebagian besar responden tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena faktor biaya. Disamping masalah tersebut, orangtua responden masih banyak yang berpandangan bahwa seorang wanita pada akhirnya akan kembali ke dapur dan kasur meskipun berpendidikan tinggi.
Dengan cara pandang tersebut, orangtua merasa tidak perlu menyekolahkan anak wanitanya ke jenjang yang lebih tinggi. Pekerjaan Sebagian besar responden (48,7%) dalam penelitian ini adalah tidak bekerja. Selain karena pendidikan mereka yang rendah yang menyebabkan responden sulit untuk mencari pekerjaan, sebagian besar responden masih dibantu orangtua dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengetahuan tentang dampak kehamilan remaja kehamilan remaja dengan kategori baik sebanyak 52,6 % dan kategori kurang sebesar 47,4%. Pengetahuan responden yang kurang disebabkan karena sebagian besar (63,8%) responden mempunyai pendidikan hanya pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki, responden maka pada saat menerima informasi mengenai dampak kehamilan remaja ada kemungkinan responden kurang bisa memahami secara lengkap.
Menurut Gramsci, hegemoni akan melahirkan kepatuhan, yakni sebuah sikap yang menerima keadaan, tanpa mempertanyakan lebih lanjut secara kritis, karena mereka menelan mentah-mentah ideologi yang diekspos pihak penghegemoni (Suyanto. 2010: 22-23). Teori ini digunakan untuk menganalisis terjadinya bias gender penggunaan kontrasepsi, karena disinyalir terdapat proses hegemoni yang berlangsung dalam keluarga. Oleh karena masyarakat memiliki keyakinan bahwa, perempuan secara alamiah tidak secerdas dan sekuat laki-laki, sehingga nantinya dapat diketahui apakah ada hubungan antara hambatanhambatan sosial tersebut terhadap terjadinya bias gender dalam penggunaan kontrasepsi, inisiatif dalam menentukan pernikahan dan keputusan keluarga yang lemah dari pihak perempuan.
Teori feminis sosialis menyatakan bahwa laki-laki memiliki peranan-peranan penting dalam keluarga dibandingkan dengan perempuan. Akumulasi kekayaan yang lebih besar dari perempuan, menyebabkan posisi laki-laki dalam keluarga menjadi lebih penting dan pada gilirannya mendorong laki-laki untuk mengeksploitasi posisinya dengan menguasai perempuan dan menjamin warisan bagi anak-anaknya (Suwarko. 2010: 289-290).
Faktor budaya yang bersifat patriarkhi. Budaya patriarki adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan sistem sosial dimana kaum laki-laki sebagai suatu kelompok mengendalikan kekuasaan atas kaum perempuan. Budaya patriarki merupakan budaya dimana lelaki mempunyai kedudukan lebih tinggi dari wanita. Dalam budaya ini, ada perbedaan yang jelas mengenai tugas dan peranan wanita dan lelaki dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam keluarga. Laki-laki sebagai pemimpin atau kepala keluarga memiliki otoritas yang meliputi kontrol terhadap sumber daya ekonomi, dan suatu pembagian kerja secara seksual dalam keluarga. Hal ini menyebabkan wanita memiliki akses yang lebih sedikit di sektor publik dibandingkan lelaki.
Faktor Tradisi Dalam situs Wikipedia, tradisi yang dalam bahasa latin disebut tradere atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana dapat diartikan sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu kelompok, wilayah, kebudayaan, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun yang cenderung lisan.
Faktor Sikap Egoisik Suami yang Sulit Diubah Faktor selanjutnya yang juga berpengaruh terhadap terjadinya bias gender penggunaan kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) di adalah sikap egoistik dari suami. Sikap egoistik memang dimiliki oleh suami maupun istri, namun dalam hal penggunaan kontrasepsi sikap egoistik dari suami jauh lebih menonjol dibandingkan dengan perempuan.
Bias gender dapat mnejadi penyebab masih maraknya pernikahan dini. Bias gender juga sering dijumpai dalam kebiasaan keluarga, tradisi masyarakat, sistem ekonomi dan sosial. Upaya mengurangi bias gender pada dasarnya dapat beriringan dengan dengan mengurangi kuantitas pernikahan dini di masyarakat karena kadangkala keduanya bersumber dan beririsan pada faktor penyebab yang sama.
Bias gender dapat mnejadi penyebab masih maraknya pernikahan dini. Bias gender juga sering dijumpai dalam kebiasaan keluarga, tradisi masyarakat, sistem ekonomi dan sosial. Upaya mengurangi bias gender pada dasarnya dapat beriringan dengan dengan mengurangi kuantitas pernikahan dini di masyarakat karena kadangkala keduanya bersumber dan beririsan pada faktor penyebab yang sama.
Pernikahan dini bukan merupakan masalah sepele yang dapat diselesaikan dalam satu dua kali sosialisasi. Dalam praktik di masyrakat justru pernikahan dini secara sadar ataupun tidak menemukan basis sosial yang subur yang disebabkan oleh banyak hal, misalnya bidang ekonomi, budaya, sosial maupun pandangan hidup masyarakat.
Dalam pernikahan dini posisi perempuan sangat lemah atau terdapat bias gender yang disebabkan oleh cara berfikir, sikap dan perilaku budaya maupun karena faktor ekonomi. Jika dalam pandangan masyarakat, perempuan belum diposisikan secara sejajar maka akan dalam banyak hal merembet ke hal yang lain sehingga bias gender menjadi sangat sulit dihilangkan. Selalu muncul kepermukaan kasus-kasus yang menunjukkan hal tersebut, salah satunya dalam fenomena masih tingginya angka pernikahan dini. Pendidikan dan intervensi pemerintah dengan pendekatan struktural diperlukan mengingat kedalaman maslah bias gender dan pernikahan dini beserta efeknya yang bersifat domino.
Penulis : Tim Redaksi
perlu kesadaran warga